close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Koalisi sipil menolak RUU Kesehatan bahkan menyebut proses penyusunannya cacat. Freepik
icon caption
Koalisi sipil menolak RUU Kesehatan bahkan menyebut proses penyusunannya cacat. Freepik
Nasional
Kamis, 15 Juni 2023 16:51

Koalisi sipil tolak RUU Kesehatan, sebut prosesnya cacat

"Manakala seorang Menkes memunggungi aspirasi-aspirasi kesehatan, sejatinya ia telah kehilangan legitimasi moral sebagai Menteri Kesehatan."
swipe

Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan lantaran minim pelibatan paritisipasi publik dalam penyusunan dan pembahasannya. Selain itu, berpotensi menghilangkan kewajiban negara dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan publik yang dimandatkan dalam konsitusi.

Perwakilan koalisi sipil sekaligus Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyampaikan, pihaknya menolak RUU Kesehatan juga karena apa yang disampaikan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, tentang substansi beleid tersebut berbeda dengan yang sedang dibahas di DPR. Dicontohkannya dengan lebih banyak materi tentang kurangi dengan dukungan industri kesehatan dan memprioritaskan investasi daripada kebutuhan dasar masyarakat yang merupakan prioritas.

Diketahui, dalam rapat paripurna DPR pada 14 Februari 2023, RUU Kesehatan disetujui sebagai inisiatif legislatif. Komisi IX DPR bahkan telah membentuk panitia kerja (panja) yang beranggotakan 27 orang dari unsur pimpinan dan anggota.

Sementara itu, Budi Gunadi sebelumnya mengklaim, pemerintah mendorong 6 topik utama dalam RUU Kesehatan sesuai pilar transformasi sistem kesehatan Indonesia. Yakni, transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM dan teknologi kesehatan.

"Kami menolak pengesahan ataupun sertifikasi di dalam Undang-Undang Kesehatan ini. Pemerintah dan juga DPR jangan memaksakan, jangan merusak sistem yang sudah baik dengan undang-undang yang tidak jelas ideologinya, tidak jelas substansinya, dan tidak jelas prosesnya," ucapnya dalam keterangannya, Kamis (15/6).

"Proses pembahasan yang berjalan sekarang ini harusnya dihentikan. Apalagi, dengan adanya upaya-upaya yang menuju penghilangan pasal zat adiktif yang menjadi upaya penghapusan regulasi mengenai produk zat adiktif ini. Ada campur tangan industri dalam hal ini," sambungnya.

Sesuai alur penyusunan perundang-undangan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menggelar partisipasi publik pada 13-31 Maret 2023. Kemudian, terdapat 6.011 masukan yang dijaring untuk menyempurnakan RUU Kesehatan. Lalu, Kemenkes menyerahkan 3.020 daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan dari pemerintah.

Guna memastikan RUU Kesehatan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari produk zat adiktif tembakau, jaringan pengendalian tembakau memberikan masukan melalui DIM versi sipil melalui partisipasi publik yang diselenggarakan Kemenkes dan melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU) di hadapan panja. Sayangnya, seiring perkembangan pembahasan yang berjalan saat ini, terindikasi masukan-masukan itu tidak masuk rancangan UU ini bahkan pembicaraan di tingkat kementerian mengindikasikan Kemenkes meluruhkan pasal-pasal perlindungan kesehatan masyarakat yang dianggap menghambat investasi.

"Dari proses legislasi RUU omnibus Kesehatan ini kita menyaksikan, di tangan Pak Menteri Budi Gunadi Sadikin, aspirasi-aspirasi kesehatan, seperti yatim piatu, terabaikan, terlantar di 'rumah sendiri'. Tak cukup dibela, tak cukup diperjuangkan. RUU yang harusnya menjadi rumah besar bidang kesehatan justru tak mencerminkan pemihakan pada kepentingan kesehatan," tutur perwakilan Indonesia Institute for Social Development (IISD), Ahmad Fanani.

"Manakala seorang Menkes memunggungi aspirasi-aspirasi kesehatan, sejatinya ia telah kehilangan legitimasi moral sebagai Menteri Kesehatan. Bila masih mau tetap menjadi menteri, saran saya, baiknya Pak BGS sekalian saja mengubah nomenklaturnya jadi 'Menteri (Industri) Kesehatan'," imbuhnya.

Jaringan masyarakat sipil untuk pengendalian tembakau juga melihat proses pembahasan dan penyusunan RUU Kesehatan cacat karena prosesnya tergesa-gesa, tanpa transparansi kepada publik, dan akuntabilitasnya dipertanyakan. Dengan demikian, hasil penyusunan dan pembahasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

"Pembahasan RUU omnibus Kesehatan tertutup dan tergesa-gesa. Terlihat dari website Kemenkes, update DIM sangat minim dan public hearing yang telah dilakukan seakan hanya dekoratif saja. Tidak ada jaminan partisipasi kaum muda dapat terakomodasi dengan baik," ungkap Project Manager Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Ni Made Shellasih.

Koalisi sipil berpandangan, pengendalian tembakau, yang menyebabkan berbagai penyakit, takkan tercapai jika tak mengutamakan pendekatan preventif. Perbaikan-perbaikan perlu dilakukan dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak, termasuk larangan iklan, promosi, dan sponsor. Dengan demikian, urgensi aturan ini seharusnya tertuang dalam RUU kesehatan untuk menjaga keterbukaan, melibatkan publik, dan memenuhi standar internasional yang telah ditetapkan.

Jika aturan tersebut terlalu teknis dan terlempar ke peraturan yang lebih rendah, koalisi sipil mengkhawatirkan risiko pengendalian tembakau yang tidak terkendali meningkat. Pangkalnya, iklan rokok bakal melonjak dan minimnya pengawasan publik. 

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menilai, RUU Kesehatan menggambarkan malicious legislation. Artinya, proses pembentukan kebijakan dengan upaya jahat, penuh tipu daya, dan merugikan masyarakat.

"RUU Kesehatan tidak menjalani tahapan perencanaan, penyusunan yang kayak karena tidak terbuka, tidak partisipatif, dan tidak ada rumusan identifikasi permasalahan kebijakan sektoral yang ada serta kebutuhan pemenuhan kesehatan yang belum diatur kebijakan yang ada, yang seharusnya jadi pijakan omnibus law. Terlebih, tidak diketahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam tahapan awal perencanaan dan penyusunan, lalu tiba-tiba lompat ke pembahasan dengan draf pasal per pasal yang sudah ada," urainya.

Karenanya, bagi Julius, RUU Kesehatan wajib ditolak dan diproses ulang dengan melibatkan publik dan mengakomodasi kepentingan hak atas kesehatan. Pernyataan senada disampaikan Ketua Umum Komite Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany; Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI); dan organisasi sipil lainnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan