Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendapati 1.387 hoaks tentang Covid-19 selama pandemi.
“Sekarang sudah 1.387 hoaks tersebar, jadi ada peningkatan terus,” ucap Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani, Selasa (26/1).
Menurutnya, penyebaran suatu hoaks tergantung momentumnya. "Bencana pun ada juga orang yang memanfaatkan ini."
Kominfo, sambung dia, menangani kabar bohong sesuai perkembangan kasus yang terjadi. Jika dilakukan karena kesalahan informasi atau tanpa niat meresahkan publik dan mengganggu ketertiban umum, maka hanya diberikan stempel atau diturunkan (take down).
"Tapi kalau sudah sampai benar-benar ini mengganggu ketertiban umum, itu kita laporkan ke polisi untuk ditindaklanjuti,” jelasnya.
Semuel melanjutkan, sebanyak 104 dari 1.387 hoaks tentang Covid-19 tersebut tengah ditangani aparat. Karenanya, masyarakat diminta berhati-hati dalam menyebarluaskan informasi.
“Masyarakat hati-hati juga apalagi kalau disengaja, kita pasti tahu, kita akan kejar. Tapi kalau yang enggak tahu tapi ikut menyebarkan, itu juga berbahaya,” tuturnya.
Publik sebaiknya melakukan pengecekan terlebih dahulu apabila mendapati informasi sumir. Katanya, sudah banyak aplikasi atau organisasi seperti Mafindo yang menyediakan cara untuk mengecek kebenaran informasi.
Dirinya lalu mencontohkan modus yang kerap digunakan dalam menyebarluaskan hoaks, yaitu sebuah foto lama diberikan keterangan (caption) yang bertentangan dengan fakta dan menjadikannya seolah-olah aktual.
"Jadi, masyarakat juga harus paham dengan trik-triknya orang menyebarkan hoaks. Hoaks itu sebenarnya mereka menganggap yang membacanya itu adalah lebih bodoh dari dia. Nah, ini makanya masyarakat juga harus pandai-pandai. Jadi jangan sampai jadi korban apalagi bukan hanya korban, ikut serta dalam penyebarannya,” paparnya.
Kata Semuel, Kominfo telah membekali pengetahuan kepada masyarakat melalui ajakan literasi agar lebih mengenali sumber tepercaya.
"Kita melakukan yang namanya literasi digital lewat program kami yang namanya Siberkreasi. Itu adalah satu gerakan yang sekarang ini sudah 108 organisasi terlibat di dalamnya untuk melakukan literasi digital kepada masyarakat,” ujar Semuel.
Masyarakat diharapkan lebih teredukasi dan bisa memfilter dirinya sendiri melalui program tersebut.