Komisaris Utama PT Wahana Auto Ekamarga atau WAE, Darwin Maspolim, didakwa menyuap empat pegawai Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing alias KPP PMA senilai US$131.200. Suap diberikan untuk menyetujui permohonan restitusi pajak PT WAE pada 2015 dan 2016.
Selain Darwin, dakwaan yang sama ditujukan kepada Katherine Tan Foong Ching selaku Chief Financial Officer Wearnes Automotive PTE., LTD.
Adapun keempat oknum pegawai pajak yang disuap keduanya adalah eks Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Yul Dirga; Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Hadi Sutrisno; Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE, Jumari; dan Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT WAE, Muhammad Naim Fahmi.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi, atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberi uang sebesar US$131.200 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi atau JPU KPK Sutan Takdir, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (3/2).
Dia menerangkan, restitusi pajak PT WAE pada 2015 terjadi saat dealer mobil mewah itu menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasil Wajib Pajak Badan atau SPT PPWPB senilai Rp5,030 miliar.
Kemudian tim KPP PMA melakukan pemeriksaan pada perusahaan Darwin pada 1 Agustus 2016. Singkat cerita, tim KPP PMA melaporkan temuan pemeriksaan kepada Darwin terkait adanya koreksi penghitungan pajak PT WAE. Dari hasil pemeriksaan itu, Darwin melayangkan sanggahan atas pemeriksaan tersebut.
Namun, Hadi Sutrisno menawarkan bantuan kepada PT WAE agar restitusi pajaknya dapat dikabulkan, dengan syarat memberikan commitment fee sebesar Rp1 miliar. Atas dasar penawaran itu, Darwin menyanggupinya. Alhasil, KPP PMA menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPh Badan untuk PT WAE tahun 2015, dengan nilai Rp4,5 miliar.
Selanjutnya, Darwin mengirimkan uang senilai Rp982 juta kepada empat oknum pegawai pajak itu secara bertahap melalui staf PT WAE. Pertama sebesar Rp719 juta, kedua Rp263 juta. Uang tersebut dikonversi dalam bentuk pecahan dolar Amerika Serikat. Uang tersebut diterima Hadi pada Mei 2017 dan dibagi rata dengan tiga koleganya yakni Yul Dirga, Jumari, dan Naim Fahmi.
Sementara terkait pemberian restitusi pajak PT WAE pada 2016, bermula ketika Darwin mengajukan surat kelebihan pajak sebesar Rp2,7 miliar pada Juni 2017. Atas dasar itu, KPP PMA kembali melakukan pemeriksaan terhadap PT WAE. Namun, Darwin menunjuk bawahannya yakni Lilis Tjinderawati, Amelia Pranata, dan Nicola Juliana Anadya, untuk diperiksa oleh pihak pajak. Tim pemeriksa pajak membeberkan temuannya pada 14 Mei 2018.
Namun, Darwin kembali menginstruksikan Lilis dan Amelia untuk melayangkan surat klarifikasi atas temuan itu pada 18 Mei 2018. Hasil klarifikasi itu disampaikan Lilis kepada Darwin dan Deng Heng Fatt selaku Head of Finance & IT PT WAE. Atas dasar itu, Hadi kembali menemui Lilis dan Amelina di Kalibata City, Jakarta Selatan, untuk menawarkan bantuan agar permintaan restitusi PT WAE dapat dikabulkan.
Hadi meminta imbalan sebesar Rp1 miliar untuk jasa tersebut. Namun permintaan itu dinilai terlalu besar sehingga Darwin dan Deng Heng menawarkan Rp800 juta kepada tim pemeriksa pajak. Akhirnya, kedua pihak menyepakati nilai tersebut. Uang itu diberikan PT WAE dalam bentuk pecahan US$57.500.
"Selanjutnya uang tersebut oleh Hadi dibagi empat, untuk tim pemeriksa Hadi, Jumari dan Naim masing-masing US$13.700, serta Yul Dirga sejumlah US$14.400," ujar Takdir.
Atas perbuatannya, Darwin didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.