Komisi I DPR hingga kini terus membahas revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) secara tertutup. Pembahasan fokus pada pasal-pasal yang dinilai bermasalah.
"Kita bahas yang berat dulu. Yang berat, kan, urusan pencemaran nama baik, bohong, kemudian hate speech segala macam. Yang rentan, yang [pasal] karet. Yang karet juga kita selesaikan," ucap Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis, dalam keterangannya.
Ia mengklaim, pembahasan revisi UU ITE tidak dilakukan tergesa-gesa. Dalihnya, butuh sekitar 8 hari untuk membahas satu pasal.
Soal pembahasan dilakukan tertutup, Kharis berkilah bahwa yang diulas Komisi I menyinggung contoh sensitif. Khawatir disalahartikan publik jika pembahasan berlangsung terbuka.
"Kenapa ditutup? Karena banyak perdebatan. Diskusi, sorry, diskusi dalam penyusunan UU itu yang mengambil contoh-contoh yang sensitif, yang rentan mungkin miss bisa dimengerti lainlah. Jadi, itu. Itu dia, untuk menghindarkan itu," tuturnya.
Komisi I DPR acapkali mengundang aparat penegak hukum dalam membahas revisi UU ITE. Pangkalnya, banyak kasus terkait peraturan perundang-undangan ini yang di ranah hukum.
"Iya, makanya polisi kita panggil, jaksa kita panggil, [kita tanya] pengalamannya bagaimana menangani [kasus terkait UU ITE]. Ada polisi dan jaksa," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.