Anggota Komisi I DPR, Teuku Riefky Harsya, menyampaikan, pihaknya siap meratifikasi Rancangan Undang-Undang Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (RUU Antipenghilangan Paksa). Namun, perlu dibahas bersama bersama pemerintah terlebih dahulu.
"Ini, kan, perlu kesepakatan dengan negara, dalam hal ini pemerintah. Jadi, memang tahapannya masih panjang, ada RDPU (rapat dengar pendapat umum) dan RDP (rapat dengar pendapat), Baru setelahnya, kami akan rapat kerja dengan pemerintah untuk mengambil keputusan," katanya.
Kendati demikian, politikus Partai Demokrat itu menegaskan, dewan siap mengesahkannya menjadi undang-undang (UU). "Secara prinsip, tidak ada alasan untuk tidak meratifikasi RUU ini."
Pernyataan senada disampaikan anggota Komisi I DPR lainnya, Al Muzzammil Yusuf. Ia bahkan berharap ratifikasi RUU Antipenghilangan Paksa dapat dilakukan pada 2024.
"Sebagai kemajuan dari langkah pengakuan ratifikasi kita kepada konvensi HAM internasional, sudah 8 kita akui, ini yang ke-9. Sepatutnya ini bisa kita lakukan di tahun 2024," tuturnya, mencuplik situs web DPR.
Diketahui, Majelis Umum PBB mengadopsi naskah Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa pada 20 Desember 2006 dan dibuka untuk ditandatangani pada 6 Februari 2007. Perjanjian tersebut akhirnya diberlakukan pada 23 Desember 2010.
Hingga September 2018, sebanyak 98 telah negara menandatangani konvensi tersebut. Sementara itu, yang sudah meratifikasinya baru 59 negara.