Komisi III DPR sepakat membawa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang (UU). Dari sembilan fraksi, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyetujui dengan catatan.
Pengambilan keputusan tingkat I ini diambil dalam rapat kerja (raker) Komisi III DPR dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (24/11).
"Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah, apakah naskah RUU KUHP dapat dilanjutkan di tingkat kedua, yaitu pengambilan keputusan RUU KUHP yang dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat? Apakah dapat disetujui?" tanya pimpinan rapat sekaligus Wakil Ketua Komisi III DPR, Adies Kadir, dalam raker.
"Setuju," jawab kompak para anggota Komisi III DPR.
Adies mengklaim, pemerintah telah mengakomodasi sebagian besar masukan masyarakat terkait pasal-pasal krusial yang termuat dalam RKUHP. Ini terjadi setelah melakukan sosialisasi ke masyarakat, akademisi, dan anggota dewan.
"Jadi, ada beberapa yang di-drop, ada beberapa yang dihilangkan, ada beberapa yang disempurnakan," katanya.
Menurut politikus Golkar itu, masih ada beberapa masyarakat yang belum terpuaskan dengan kehadiran RKUHP. Namun, dia sesumbar RKUHP tersebut sangat ditunggu-tunggu untuk memberikan keadilan. "Paling tidak kolonialisasinya sudah dihilangkan atau dihapus."
Adies melanjutkan, Komisi III akan bersurat ke pimpinan DPR agar RKUHP segera disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna. DPR dijadwalkan menggelar rapat paripurna menjelang masa reses pada 16 Desember 2022.
"Tentunya, kan, besok (Jumat, 25/11), dikirim surat karena hari ini sudah selesai. Besok, Komisi III akan kirim surat ke pimpinan DPR," ujarnya.