Pemerintah didorong melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan dan mengurangi laju penyebaran virus SARS-CoV-2. Demikian disampaikan anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay.
Selain mempercepat pelaksanaan vaksinasi, dia mengingatkan, yang perlu diseriusi adalah penyediaan obat-obatan bagi masyarakat yang terpapar.
Dalam rapat kerja Komisi IX dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan POM, pada Selasa (13/) lalu, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, memaparkan, ada delapan jenis obat yang dipergunakan untuk mengobati pasien Covid-19.
Di antaranya, Azythromycin, Multivitamin, Ivermectin, Oseltamivir, Remdesivir, Favipiravir, IV Immunogobulin (IVIg) dan Tocilizumab (Actemra).
Menurut Menkes, obat-obatan tersebut perlu suplai tambahan sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Dari kedelapan jenis obat yang dipaparkan menkes tersebut, Ivermectin menjadi salah satu yang menarik.
"Anehnya, di lapangan Ivermectin itu diperdebatkan. Kalau sudah dipergunakan, semestinya yang perlu dilakukan adalah studi lanjutan. Termasuk uji klinis dan Emergency Use Authorization-nya (EUA)," kata Saleh dalam keterangan, Selasa (20/7).
Berkenaan dengan itu, Saleh meminta, Kemenkes dan BPOM untuk segera mempercepat proses uji klinis terhadap Ivermectin. Pasalnya, di banyak negara Ivermectin sudah banyak dipergunakan. Selain itu, berdasarkan laporan yang ada, Ivermectin sejauh ini dinilai efektif untuk menyembuhkan orang yang terpapar Covid-19.
"Harus ada percepatan dan pemotongan birokrasi yang tidak perlu. Bagus juga jika dilakukan benchmark dengan negara-negara lain yang sudah lebih dahulu berhasil dan telah mengeluarkan EUA. Dalam situasi seperti ini, harus ada sense of emergency-nya," papar legislator dapil Sumatera Utara II itu.
Politikus PAN ini menilai, keberadaan Ivermectin sebagai obat Covid-19 sangat penting. Di tengah meningkatnya eskalasi orang yang terpapar, kebutuhan obat memang sangat mendesak.
Apalagi, Ivermectin ini adalah obat yang sangat murah yang dapat diakses masyarakat. "Karena itu, ketersediaannya harus dijaga agar tidak terjadi kelangkaan. Kalau langka, ya harganya nanti bisa naik. Di sini letak pentingnya peran kemenkes dan BPOM untuk mengawal agar obat ini tersedia dalam jumlah yang cukup," tandasnya.