Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat membawa hasil pembahasan Panitia Kerja (Panja) UU Desa ke rapat paripurna. Namun, masih menunggu surat presiden (surpres) yang berisi persetujuan membahasnya bersama legislatif.
Pembahasannya nanti dalam bentuk daftar investarisasi masalah (DIM) dari pemerintah dan DPR. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, sangsi revisi UU Desa dapat rampung dan disahkan pada 2023, sedangkan DPR memiliki keyakinan berbeda.
Anggota Komisi V DPR, Hamid Noor Yasin, misalnya. Ia akan berupaya pembahasan revisi UU Desa dapat dituntaskan dengan baik sehingga bisa disahkan pada tahun ini.
Untuk mewujudkannya, ia bertekad menyerap aspirasi dari para kepala desa (kades), perangkat desa, lembaga kemasyarakatan, tokoh masyarakat desa, akademisi, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.
Menurutnya, setidaknya ada 19 poin perubahan dalam revisi UU Desa. Selain perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun, amendemen menyangkut Pasal 26 ayat (3) tentang penambahan hak kades menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan dan penerimaan lainnya yang sah, jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan, serta menerima tunjangan purnatugas 1 kali di akhir masa jabatan.
"Jangan sampai kesejahteraan mereka sangat rendah selama masa jabatan mereka dan juga setelah selesainya. Padahal, mereka mendapatkan amanah mengelola dana desa yang jumlahnya cukup besar. Apalagi, dalam RUU Desa, nantinya alokasi anggaran dana desa akan ditingkatkan sebesar 20% dari dana transfer daerah (TKDD)," tuturnya, Sabtu (8/7).
"Dana desa harus dikelola secara bertanggung jawab dan diawasi secara ketat pula," imbuh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam keterangannya.
Hamid lantas menyoroti anggaran investigasi khusus dan pengawasan penggunaan dana desa oleh Itjen Kemendes PDTT Rp2,75 miliar pada 2023. Nilainya turun menjadi Rp1,35 miliar pada tahun depan.
Baginya, anggaran tersebut mestinya naik karena perubahan UU Desa memungkin terjadinya pengembangan berbagai konsep dan strategi pembangunan desa. Dicontohkannya dengan mengadopsi konsep satu desa satu produk (one village one product) dari Jepang dan Korea.
"Oleh karena itu, kami akan meminta masukan dari para ahli pembangunan desa dan juga melibatkan para pegiat pemberdayaan dan filantropi di perdesaan agar dengan revisi UU Desa ini, Indonesia semakin maju dengan Desa sebagai ujung tombaknya," kata Hamid.