Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih, mempertanyakan pencapaian program pemerintah di bidang pendidikan, khususnya Nawacita berbasis pendidikan karakter yang tertuang di perpres dan Kepmendikbud terkait visi Pendidikan karakter.
“Buktinya perundungan di kalangan pelajar malah semakin marak terdengar dan pelakunya merata dari beragam strata sosial. Di mana keseriusan pejabat terkait?” tegasnya dalam keterangan resminya di portal DPR, Sabtu (5/8).
Politikus Fraksi PKS ini, geram dengan kian maraknya kasus perundungan yang semakin sering terdengar di media, dan merata terjadi di berbagai daerah. Bahkan di antara korban yang masih pelajar sampai harus meregang nyawa.
Hal itu sesuai dengan hasil Survei PISA 2019 oleh OECD, yang masih menjadi acuan Kemendikbudristek RI, sudah menempatkan Indonesia peringkat juara dalam kasus perundungan. Menurut survei tersebut diketahui 41% anak di Indonesia mengalami perundungan lebih dari satu kali dalam sebulan.
“Saya mendesak pemerintah khususnya Kemendikbud untuk menyatakan darurat bullying (perundungan) agar semua pihak terkait dan masyarakat sama-sama aware dan sadar bahwa kondisi ini jangan disepelekan,” ujarnya.
Karena itu, pria asal daerah pemilihan Tegal dan Brebes ini mendesak pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang menjadi salah satu pondasi program Nawacita Presiden RI.
Di samping itu, Kemendikbudristek RI juga telah meluncurkan program yang megah dan menghabiskan anggaran negara tidak sedikit yang bernama ‘Profil Pelajar Pancasila’. Program ini tertuang dalam Permendikbud RI Nomor 22 tahun 2020 tentang rencana strategis kementerian Pendidikan dan Kebudayan pada 2020-2024.
“Setelah enam tahun terbitnya Perpres 87/ 2017 dan tiga tahun Permendikbud 22/2020, maka kami jadi bertanya, apakah ini yang dinamakan hasil pendidikan karakter dan pelajar Pancasila? Apa jadinya masa depan bangsa bila kualitas pelajar saat ini lebih sering mempertontonkan urat ketimbang otak dan prestasi?” katanya.
Fakta media menyebutkan kian hobinya pelajar di berbagai daerah terlibat perundungan, hingga mencoreng citra pendidikan di tanah air.
Dinas Pendidikan Sragen Jawa Tengah, misalnya, mengungkap, ada 25 anak korban perundungan di Sragen menjadi mogok sekolah selama satu bulan terakhir. Di Samarinda, pelajar SMA nekat menikam temannya sendiri karena tidak tahan dibully. Ada juga pelajar SMPN 2 Pringsutat Kabupaten Temanggung Jawa Tengah yang sampai nekat membakar sekolahnya karena dendam sering dibully oleh teman, bahkan oleh gurunya sendiri, ada juga kasus anak pejabat DPRD di Kota Ambon yang menganiaya pelajar hingga tewas.
Selain itu, juga masih marak pelajar terlibat kekerasan dan tindak pidana baik di dalam maupun luar sekolah seperti tawuran, menjadi begal motor (pelaku klitih), narkoba, seks bebas, hingga prostitusi.