close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pimpinan Komite I DPD RI, Filep Wamafma, mendukung Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menghukum oknum jaksa yang terlibat kasus tambang ilegal. Dokumentasi DPD RI
icon caption
Pimpinan Komite I DPD RI, Filep Wamafma, mendukung Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menghukum oknum jaksa yang terlibat kasus tambang ilegal. Dokumentasi DPD RI
Nasional
Selasa, 25 Juli 2023 17:47

Pimpinan Komite I DPD dukung ST Burhanuddin hukum oknum jaksa

Kejagung diminta terus mengusut kasus tambang ilegal karena diduga banyak dilindungi oknum penegak hukum.
swipe

Wakil Ketua Komite I DPD RI, Filep Wamafma, mendukung langkah Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, menindak anggotanya karena diduga menerima suap dari pengusaha tambang. Setidaknya ada 3 jaksa yang dihukum, satu di antaranya Direktur Ekonomi dan Keuangan Jamintel, Raimel Jesaja.

"Selaku pimpinan Komite I DPD RI, kita mengapresiasi tentang langkah-langkah Jaksa Agung dalam penegakan hukum di lingkungan kejaksaan," ujarnya saat dihubungi Alinea.id, Selasa (25/7).

Raimel dicopot dari jabatannya karena disinyalir menerima suap miliaran rupiah dari pengusaha tambang nikel ilegal di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Uang haram diduga diterimanya saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut).

Dua oknum jaksa lainnya juga ditindak karena terlibat dalam kasus sama. Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak memerinci identitas keduanya, tetapi dipastikan mereka adalah mantan Asisten Tindak Pidana Khusus dan Koordinator Tindak Pidana Khusus dengan peran sebagai operator pelaksana dalam kongkalikong penambangan nikel ilegal di Konawe Utara.

Filep berpendapat, tindakan tegas Jaksa Agung patut ditiru lembaga penegak hukum lainnya terhadap jajarannya yang melakukan pelanggaran. "Di mana sebelum mengimplementasi penegakan hukum bagi publik, tentu terlebih dahulu mengawasi, melakukan pengawasan dan tindakan terhadap internal sendiri."

Senator asal Papua Barat ini juga mendukung Kejagung mengusut kasus tambang ilegal (illegal mining). Pangkalnya, marak terjadi di sejumlah daerah, tetapi penanganannya masih minim karena disinyalir banyak dilindungi oknum penegak hukum.

"Illegal mining ini terjadi di tempat terbuka dan diketahui oleh lembaga-lembaga penegak hukum di daerah, tetapi kemudian lembaga-lembaga penegak hukum tidak bisa berbuat banyak," ungkapnya.

"Ketika penegak hukum tidak bisa berbuat banyak berarti, kan, sejumlah persepsi atau pandangan itu dialamatkan kepada institusi penegak hukum, di mana mafia ini diduga melibatkan unsur-unsur penegak hukum di daerah bersama-sama dengan pelaku kejahatan illegal mining," imbuh dia.

Karenanya, Filep mendorong Kejagung terus mengusut kasus tambang ilegal, terutama di "Bumi Cenderawasih". Hal tersebut diyakininya akan berdampak positif bagi "Korps Adhyaksa".

"Saya juga berharap kejaksaan bisa berperan lebih tegas lagi, khususnya di daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam tetapi kemudian pengelolaannya dilakukan secara ilegal. Saya pikir, Papua akan menjadi barometer dalam penegakan hukum illegal mining," tuturnya.

Dalam kasus korupsi pertambangan nikel ilegal di Konawe Utara, kejaksaan telah menetapkan 7 tersangka. Dua tersangka terbaru adalah Kepala Geologi Kementerian ESDM yang juga bekas Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Mineral, SM, dan evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM, EVT.

Kasus terjadi lantaran PT Lawu Agung Mining (LAM) tidak menjual ore nikel kepada PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam. PT LAM justru banyak menjual ore nikel dari wilayah konsensi ke smelter Morowali dan Morosi menggunakan dokumen terbang milik PT KKP. Perkara pun diusut Kejati Sultra per Februari 2023. 

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan