Komisi Kejaksaan (Komjak) meminta Kejaksaan Agung membuka pintu terhadap pemeriksaan internal pada tiga jaksa yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sepatutnya Kejaksaan Agung juga melibatkan Komisi Kejaksaan sebagai anggota dalam Majelis Kode Perilaku Jaksa untuk menjatuhkan sanksi etik kepada jaksa yang terlibat OTT," kata Wakil Ketua Komjak Erna Ratnaningsih, di Jakarta, Kamis (5/7).
Keanggotaan Komjak di Majelis Kode Perilaku Jaksa diatur dalam Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, Komjak dapat diangkat menjadi anggota dalam Majelis Kode Perilaku Jaksa.
Komjak juga memiliki kewenangan untuk memeriksa kasus seputar jaksa yang tak dilaporkan pada mereka, seperti dalam kasus tersebut. Hal ini menjadi amanat Perpres Nomor 18 Tahun 2011 yang menyatakan Komjak berhak untuk mengikuti gelar perkara terhadap kasus-kasus yang menarik perhatian publik.
Karena itu, Komjak berencana untuk meminta penjelasan dari pihak Kejaksaan Agung. "Kami akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung," kata dia.
Terkait pemberhentian sementara tiga jaksa yang terlibat kasus ini, Erna menilai, sebagai tindakan yang sudah tepat. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan, baik oleh KPK maupun Kejaksaan.
Erna juga mengingatkan agar Kejaksaan memberikan akses seluas-luasnya kepada KPK untuk melakukan pemeriksaan, termasuk bukti-bukti kasus investasi atau berkas perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
"Berulangnya kasus OTT jaksa harus dijadikan momen untuk pembenahan di institusi Kejaksaan dengan melakukan evaluasi terhadap pengawasan melekat dan pengawasan fungsional," tutur Erna.
Adapun tiga jaksa yang terkena OTT KPK adalah Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto (AGW), Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yadi Herdianto, dan Kasi Kamnegtibum TPUL Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yuniar Sinar Pamungkas.
Ketiganya diduga terlibat perkara suap saat menangani perkara penipuan investasi senilai Rp11 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Jan Samuel Marinka mengungkapkan, penanganan ketiga jaksa tersebut akan diserahkan pada bidang pengawasan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
“Proses pemeriksaan telah dijalankan dan kami menemukan adanya pelanggaran etik. Itu akan didalami oleh bidang pengawasan Kejati DKI. Apapun hasilnya, kami serahkan dan percayakan pada Kejati DKI,” kata Jan Samuel di Kejaksaan Agung, Rabu (3/7). (Ant)