Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti peristiwa razia, penangkapan, dan penahanan terhadap ratusan pekerja migran Indonesia (PMI) tidak berdokumen di Malaysia. Razia dan penangkapan dilakukan oleh Imigrasi Malaysia pada Rabu (1/2).
Komisioner Komnas HAM RI, Anis Hidayah, mengatakan pihaknya menerima pengaduan dari masyarakat Indonesia di Malaysia pada Kamis (2/2). Pelaporan tersebut terkait razia dan penangkapan terhadap 103 pekerja migran Indonesia tidak berdokumen.
"Terdapat 36 pekerja migran laki-laki, 36 pekerja migran perempuan, dan 36 anak-anak ditangkap di Nilai Springs Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia pada Rabu, 1 Februari 2023 jam 01.30 dini hari waktu Malaysia," kata Anis dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (5/2).
Anis menduga ada pelanggaran hak asasi manusia dalam razia dan penangkapan pekerja migran tersebut. Salah satunya adalah proses razia yang dilakukan Imigrasi Malaysia berlangsung pada dini hari atau waktu istirahat. Padahal, Malaysia masih memberlakukan kebijakan rekalibrasi atau pengampunan/pemutihan.
"Program rekalibrasi pekerja migran tanpa dokumen hingga 31 Desember 2022. Program tersebut diperpanjang hingga 31 Desember 2023," ujarnya.
Di sisi lain, Anis memandang razia dan penangkapan yang dilakukan, utamanya terhadap anak-anak dan ibunya, tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal HAM, Konvensi CEDAW, serta perjanjian internasional lainnya tentang perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya.
Anis menilai, Malaysia semestinya menghormati hal-hal tersebut. Terlebih, Malaysia telah meratifikasi konvensi CEDAW dan Convention of the Rights of Child (CRC) atau Konvensi tentang Hak Anak.
"Dimana anak-anak dan perempuan tidak semestinya menjadi sasaran razia, penangkapan, dan penahanan," tutur Anis.
Lebih lanjut Anis mengatakan, merujuk pada CRC, penangkapan dan penahanan terhadap seorang anak harus dilakukan sesuai ketentuan hukum dan merupakan upaya terakhir. Selain itu, penangkapan dan penahanan terhadap anak harus dilakukan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.
"Dalam konteks anak yang berkonflik dengan hukum, untuk kasus ini anak-anak tersebut bukan pelanggar hukum," ujar dia.
Di samping itu, imbuh Anis, pihaknya menemukan bahwa tempat pengungsian yang menjadi lokasi penampungan ratusan pekerja migran yang ditahan, tidak memadai dan tidak layak. Padahal, terdapat anak-anak berusia dua bulan hingga 15 tahun yang ikut ditahan.
"Saat ini mereka ditahan di camp imigrasi Lenggeng Malaysia, dalam kondisi camp yang bercampur antara laki-laki dewasa, perempuan dan anak-anak, hanya bersekat pembatas dinding kawat. Di dalam camp imigrasi, sarana untuk istirahat dan tidur bagi anak-anak tidak memadai dan tidak layak untuk standar kesehatan," papar Anis.
Oleh karena itu, ujar Anis, pihaknya mendesak pemerintah Indonesia untuk berkoordinasi dengan pemerintah Malaysia dan Komnas HAM Malaysia guna menangani persoalan ini.
"Komnas HAM RI merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk menyediakan bantuan hukum dan konsuler bagi pekerja migran, dan membangun koordinasi dengan pemerintah Malaysia untuk memastikan penyelesaian peristiwa ini," tuturnya.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta pemerintah Indonesia memastikan hak-hak anak yang ikut menjadi korban razia oleh Imigrasi Malaysia dapat terpenuhi. Hak ini termasuk pendidikan, asesmen potensi trauma, serta rehabilitasi terhadap anak-anak tersebut.
Kemudian, Komnas HAM juga mendorong tim pengawasan tenaga kerja Indonesia (Timwas TKI) DPR RI untuk memberikan perhatian dan melakukan pemantauan atas peristiwa ini.