Front Mahasiswa Papua menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta Pusat, Jumat (3/3). Ada pun aksi tersebut dilaksanakan dalam rangka meminta Komnas HAM turun langsung untuk melakukan penyelidikan atas peristiwa kekerasan yang terjadi di Wamena pada Kamis (23/2) lalu.
Perwakilan massa aksi kemudian diterima untuk melakukan audiensi bersama komisioner Komnas HAM. Koordinator Front Mahasiswa Papua, Rudy Kogoya, mengaku kecewa dengan nihilnya tindak lanjut Komnas HAM atas peristiwa kekerasan di Wamena dan sejumlah kasus lain di Papua.
"Kami mengerti Komnas HAM tugasnya menerima pengaduan, menerima laporan, dan sebagainya, Namun, kami tetap saja merasa kecewa karena proses penyelesaiannya, negara tidak memiliki kehendak politik yang baik untuk menyelesaikan itu," kata Rudy di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Jumat (3/3).
Pada audiensi tersebut, imbuh Rudy, pihaknya menyampaikan laporan perihal kasus kekerasan di Wamena. Dalam penanganan massa pada peristiwa tersebut, diduga terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan aparat TNI/Polri sehingga mengakibatkan sembilan korban meninggal dunia.
"Kami sangat menyayangkan, kok ada penembakan sampai di batas leher, biasanya di batas lutut ke bawah. Tapi ini sampai ke leher, dada, mengakibatkan massa aksi meninggal," ujar dia.
Selain itu, Rudy menuturkan pihaknya juga menagih tindak lanjut Komnas HAM atas peristiwa lain yang telah dilaporkan sebelumnya. Peristiwa dimaksud antara lain kasus penyiksaan anak di Sinak, Kabupaten Puncak, Papua serta kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Dogiyai. Menurut Rudy, tindak lanjut Komnas HAM atas laporan-laporan tersebut dinilai lambat.
"Kerjanya mereka lambat banget, jadi kami menyesali itu. Pengaduan sudah dari tahun 2022, sampai sekarang belum ada hasil yang jelas. Kami sangat menyayangkan itu," tutur Rudy.
Rudy menyayangkan Komnas HAM yang tidak bekerja secara sistematis, khususnya usai pergantian kepengurusan. Sebagaimana diketahui, sembilan komisioner baru Komnas HAM mulai bertugas sejak 11 November 2022 lalu.
"Alasan mereka tadi mereka lambat karena ada pergantian pengurus. Itu kan bukti bahwa tidak adanya kerja yang sistematis dalam lembaga ini, sehingga ketika ganti pemimpin mereka kebingungan. Jadi, kami berharap lebih baik lah ke depan," ujar dia.
Rudy berharap aduan terkait peristiwa kekerasan di Wamena dan sejumlah laporan lainnya dapat segera mendapatkan tindak lanjut dari Komnas HAM. Kendati demikian, pihaknya juga akan membuat laporan ke sejumlah lembaga lain seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kompolnas, hingga Ombudsman RI.
Sebelumnya, Komnas HAM telah mengeluarkan pernyataan resmi untuk menyikapi peristiwa kekerasan di Wamena, Papua. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyatakan pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat hingga tokoh masyarakat guna meredam eskalasi kekerasan dan mendorong pemulihan situasi HAM di Wamena.
Selain itu, Atnike juga meminta kasus kekerasan di Wamena dapat diungkap hingga tuntas dan para korban mendapatkan pemulihan yang tepat. Atnike juga mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan pendekatan sesuai prinsip HAM dalam proses penegakan hukum dan tidak menggunakan aksi kekerasan.
"Mendorong aparat penegak hukum melakukan langkah-langkah prosedural untuk mengungkap fakta peristiwa dan upaya pemulihan terhadap korban maupun keluarga korban," kata Atnike dalam keterangan resmi, Jumat (24/2).