Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan sejumlah temuan dalam penyelidikan terhadap tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Tragedi tersebut mengakibatkan 131 orang meninggal dunia, dan lebih dari 300 lainnya luka-luka.
Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, Komnas HAM memperoleh informasi dari berbagai pihak soal peristiwa yang terjadi pada Sabtu (1/10) malam. Salah satunya, keterangan terkait kondisi fisik korban yang menunjukkan kurang lebih menjadi potensi penyebab kematian.
"Pertama adalah kondisi jenazahnya banyak yang mukanya biru. Ini yang menunjukkan kemungkinan besar karena kekurangan oksigen, karena juga gas air mata," kata Anam dalam keterangan video, Rabu (5/10).
Anam menuturkan, pihaknya juga memperoleh informasi soal kondisi korban luka-luka. Diungkapkan dia, ada korban yang mengalami patah kaki, patah rahang, memar, dan lain sebagainya.
Selain itu, ia juga bertemu dengan salah seorang korban yang terkena efek dari gas air mata, yang berdampak terhadap penglihatan korban.
"Bahkan kami bertemu dengan salah satu korban, itu peristiwanya Sabtu. Senin (3/10) bertemu kami. Senin baru bisa melihat. Matanya sakit kalau dibuka. Dadanya juga perih, sesak napas, tenggorokannya perih. Itu beberapa contoh informasi yang kami dapat," ujar Anam.
Dalam penyelidikannya, Komnas HAM bertemu dengan berbagai pihak, di antaranya beberapa kelompok Aremania di Kota Malang, Kabupaten Malang, dan juga beberapa tempat yang lain.
Kemudian, lanjut Anam, pihaknya juga sudah bertemu untuk berdialog langsung dengan keluarga korban, baik di rumah maupun di rumah sakit untuk korban yang mengalami luka. Selain itu, Komnas HAM juga bertemu dengan pihak manajemen Arema untuk mengetahui kejadian sebenarnya.
"Termasuk kami juga bertemu dengan pemain Arema. Karena kami juga ingin tahu, potret dan suasana khususnya di menit-menit terakhir pascapeluit wasit ditiup, artinya berakhirnya permainan tersebut," papar dia.
Terakhir, kepolisian memuktahirkan data korban jiwa akibat tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim), pada Sabtu (1/10) malam. Pangkalnya, ada penambahan.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, jumlah korban jiwa kini menjadi 131 orang. Sebelumnya, sebanyak 125 jiwa dikabarkan meninggal dunia akibat insiden tersebut.
"Ya, setelah semalam dilakukan coklit (pencocokan dan penelitian) bersama Kadinkes, tim DVI, dan Direktur RS, penambahan data yang meninggal di nonfaskes karena tim mendatanya korban yang dibawa ke RS," kata Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (5/10).
Sebelumnya, Polri melaporkan, jumlah korban yang mengalami luka akibat tragedi Stadion Kanjuruhan mencapai 465 orang. Detailnya, luka ringan 406 orang, luka sedang 30 orang, dan luka berat 29 orang.
"Korban yang saat ini dirawat di rumah sakit berjumlah 59 orang," imbuh Dedi, Selasa (4/10). Sebanyak 30 orang di antaranya dirawat di RS Saiful Anwar, sedangkan 29 lainnya tersebar di RSUD Kanjuruhan, RS Hastabrata, RS Islam Aisiah, RS UMM, RS Hasta Husada, RS Wajad Husada, RS Prima Husada, RS Wafa Husada, dan RS Supraun.
Terkait para korban luka dalam tragedi Kanjuruhan, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah akan menanggung seluruh biaya pengobatan dan perawatan.
"Menteri Kesehatan diminta melakukan atau memberikan pelayanan kesehatan dengan tidak dulu mempersoalkan biaya. Biar negara yang mengurus seluruh perawatan bagi yang sakit, yang masih dirawat dan sebagainya. Itu supaya dilakukan dengan baik, termasuk di dalamnya trauma healing," kata Mahfud, Senin (3/10).
Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memberikan santunan kepada pihak keluarga dari korban meninggal dunia dalam tragedi Stadion Kanjuruhan. Hal ini disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD dalam keterangan pers secara daring, Senin (3/10).
"Presiden berkenan untuk memberi santunan terhadap setiap korban jiwa sebesar Rp50 juta, dan ini segera dilaksanakan," ujar Mahfud.
Mahfud menuturkan, santunan kepada pihak keluarga korban jiwa dalam peristiwa tersebut diberikan sebagai tanda bela sungkawa atas kejadian tersebut. Meski demikian, Mahfud menyadari bahwa hilangnya nyawa setiap orang tidak bisa dinilai dengan uang berapapun besarannya.
"Mudah-mudahan apa yang disampaikan nanti sebagai santunan, mudah-mudahan itu dilihat sebagai tanda empati dan kehadiran negara. Tidak dilihat jumlahnya, tetapi empati kepala negara dan kehadiran negara," jelasnya.