Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam tindakan polisi dalam menangani aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan pelajar di beberapa daerah di Indonesia karena menolak revisi Undang-Undang KPK dan RUU KUHP.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan penggunaan kewenangan aparat kepolisian berlebihan dalam menangani aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar. Kesimpulan tersebut diambil setelah menyaksikan sejumlah video dan foto kekerasa oleh aparat yang tersebar di media sosial.
“Jadi kalau beberapa video yang viral, dan terkonfirmasi videonya betul, faktual, itu keliatan sekali ada penggunaan kewenangan secara berlebihan,” kata Anam saat jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (27/9).
Lebih lanjut, Anam mengatakan, salah satu kasus kekerasan yang dilakukan aparat terjadi di Sumatera Utara. Anam mengaku, pihaknya telah bertemu dengan Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Pol Agus Andrianto. Dalam pertemuan itu, Anam menyampaikan agar proses hukum atas kekerasan yang dilakukan oleh jajaran Polda Sumut dapat diproses secara transparan.
Menurutnya, untuk mengukur tindakan aparat yang berlebihan, dapat dilihat dari sejumlah Peraturan Kapolri (Perkap). Setidaknya terdapat tiga aturan yang bisa digunakan. Pertama, Perkap Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarki , Perkap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, serta Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Personel.
“Nah itu semua jadi pegangan kami untuk mengukur apakah terjadi peristiwa excessive use of force (penggunaan kekuatan yang berlebihan),” ucapnya.
Dalam menangani aksi unjuk rasa, kata Anam, aparat kepolisian seharusnya dapat mengedepankann prinsip asas kemanusiaan. Selain itu, penanganan aksi unjuk rasa harus disesuaikan dengan situasi yang ada di lapangan.
“Ada eskalasi yang bisa kapan digunakan tindakan yang menghalau, kapan cukup dengan menjaga duduk-duduk, ya udah aksinya duduk polisinya juga duduk-duduk. Ada yang modelnya kayak begitu,” ujar Anam.
Seperti diketahui, aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah menolak revisi UU KPK dan RUU KUHP menimbulkan korban jiwa. Di Kendari, Sulawesi Tenggara, terdapat dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang tewas karena tertembak peluru tajam.
Keduanya masing-masing bernama Immawan Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi. Mereka tewas saat mengikuti aksi unjuk rasa di kantor DPRD Sulawesi Tenggara.