Komnas HAM meyakini penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force) yang dilakukan aparat keamanan dalam tragedi Kanjuruhan bukan hanya pelanggaran standar operasional prosedur (SOP), namun juga merupakan tindak pidana.
Penggunaan kekuatan berlebih ditunjukkan melalui penggunaan atribut dan alat pengamanan berupa senjata/tembakan gas air mata, serta pelibatan Kepolisian dan TNI dalam pengamanan penyelenggaraan pertandingan sepak bola. Ada pun dalam peristiwa ini, gas air mata ditembakkan secara berlebihan ke arah tribun penonton, dan diyakini sebagai penyebab utama jatuhnya ratusan korban.
"Diperkirakan gas air mata ditembakkan di dalam stadion pada peristiwa ini sebanyak 45 kali," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam keterangan pers, Rabu (2/11).
Disampaikan Beka, senjata yang digunakan sebagai pelontar gas air mata untuk pengamanan adalah laras licin panjang (amunisi selongsong kaliber 37/38), flash ball super pro (kaliber 44), dan Anti Riot AGL (amunisi kaliber 38).
Berdasarkan temuan Komnas HAM, aparat keamanan yang diturunkan dalam pertandingan Arema vs Persebaya pada 1 Oktober 2022 merupakan pasukan yang membawa senjata gas air mata. Selain itu, didapati amunisi gas air mata yang digunakan merupakan stock tahun 2019 dan telah expired.
"Bahwa yang melakukan penembakan gas air mata tidak hanya Brimob, tetapi juga Sabhara," ujar Beka.
Beka memaparkan, tembakan pertama gas air mata terjadi pukul 22:08:59 - 22:09:08 WIB. Dalam rentang waktu 9 detik, pasukan Brimob melakukan 11 kali tembakan gas air mata ke arah shuttle ban selatan lapangan, dengan setiap tembakan berisi 1-5 amunisi gas air mata.
Kemudian, aparat kembali menembakkan gas air mata pada 22:11:09 WIB. Pada pukul 22:11 - 22:15 WIB, diperkirakan gas air mata ditembakkan 24 kali.
Ada pun pukul 22:12:20 - 22:12:21 WIB, salah satu anggota Brimob dari sisi kiri gawang selatan menembakan gas air mata ke arah tribun. Salah satu amunisi gas air mata jatuh dan meledak tepat di sebelah kiri ujung tubir pintu 13.
"Tembakan gas air mata masuk ke tangga pintu 13, sehingga menimbulkan kepanikan membuat orang berdesakan untuk keluar lewat pintu 13. Ada satu orang yang terjepit di pintu keluar 13 mengakibatkan orang-orang tertahan di pintu keluar 13. Namun dorongan dari bagian belakang terus bertambah, sehingga menyebabkan kondisi orang bertumpuk secara horizontal, saling tergencet, dan kesulitan bernafas di pintu keluar 13," papar Beka.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menambahkan, penembakan gas air mata merupakan penyebab utama dari banyaknya jatuh korban meninggal, luka dan trauma dalam tragedi kemanusian Kanjuruhan. Dalam peristiwa ini, ujar Anam, peran gas air mata dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung.
Pertama, gas air mata berperan secara langsung mengakibatkan kematian. Disampaikan Anam, hal ini dapat dilihat dalam kejadian pintu 13.
"Jatuhnya amunisi gas air mata pada ujung samping tubir tangga 13 menjadikan asap masuk ke lorong tangga sampai keluar dari pintu 13 di tengah kepanikan dan desakan penonton. Namun demikian, hal ini harus dibuktikan dengan kondisi faktual penyebab kematian secara ilmiah dengan hasil autopsi," terang Anam.
Kedua, gas air mata tidak berperan secara langsung mengakibatkan kematian, luka dan trauma. Berdasarkan hasil diskusi dengan ahli kimia, Anam mengatakan karakter gas air mata pada dasarnya tidak mematikan karena kandungan dominan CS gas. Namun, dalam kondisi tertentu dapat menjadi penyebab kematian
"Hal ini terjadi karena gas air mata yang ditembakkan ke tribun membuat kepanikan penonton, dan membuat arus berdesakan untuk keluar stadion dari berbagai pintu dengan mata pedas, kulit panas dan dada sesak," ungkapnya.
Terlebih, imbuh Anam, dalam tragedi Kanjuruhan ini penembakan gas air mata dilakukan secara beruntun dan dalam jumlah banyak. Termasuk yang ditembakkan ke tribun penonton, dan terdapat penembakan gas air mata yang mengejar penonton.
"Tindakan excessive use of force ini tidak hanya tindakan pelanggaran SOP semata, namun juga merupakan tindakan pidana," tegas Anam.
Tragedi Kanjuruhan mengakibatkan sedikitnya 135 korban meninggal dunia usai aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton pada Sabtu (1/10) malam. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu tragedi mengerikan dalam persepakbolaan di dunia yang menyebabkan ratusan nyawa melayang, dan ratusan korban lainnya luka-luka.