close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik/Foto dok. Komnas HAM/Antara
icon caption
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik/Foto dok. Komnas HAM/Antara
Nasional
Senin, 16 Agustus 2021 14:56

Komnas HAM sebut PHK pegawai KPK nyata terjadi

Komnas HAM menilai, dasar hukum pelaksanaan asesmen TWK KPK tidak jelas, terindikasi melanggar aturan.
swipe

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al- Rahab mengatakan, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui asesmen TWK hingga pelantikan pada 1 Juni 2021 diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran pegawai dengan background tertentu. Khususnya, mereka yang terstigma atau dilabeli Taliban.

Pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap pegawai KPK dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dari segi faktual maupun hukum. “Ini sebagai bentuk pelanggaran HAM. Stigmatisasi maupun pelabelan terhadap seseorang merupakan salah satu permasalahan serius dalam konteks HAM,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (16/8).

Penggunaan stigma maupun label Taliban menjadi basis dasar pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi. Penyelenggaraan asesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK itu dinilai tidak semata-mata melaksanakan perintah UU KPK terbaru 19/2019 dan PP 41/2020. Namun, memiliki intensi lain.

“Usulan, atensi, dan intensi penuh pimpinan KPK dalam proses perumusan, penyusunan, serta pencantuman asesmen TWK dalam Perkom 1/2021 merupakan proses yang tidak lazim, tidak akuntabel, dan tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

Komnas HAM menilai, dasar hukum pelaksanaan asesmen TWK tidak jelas, sehingga terindikasi tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Kerja sama BKN dengan pihak ketiga seperti BAIS, Dinas Psikologi AD, BNPT, BIN, dan lembaga yang tidak mau disebut, juga tidak memiliki dasar hukum yang kuat, Pelaksanaan assessment TWK juga tidak ideal ditinjau dari sisi keterbatasan waktu.

Bahkan, urainya, asesor dianggap tidak berhati-hati dan melanggar kode etik. Misalnya, jenis pertanyaan dan indikator penilaian dalam asesmen TWK diskriminatif, bernuansa kebencian, merendahkan martabat, dan tidak berspektif gender. Imbasnya, hasil asesmen TWK berupa penilaian memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, penyampaian laporan hasil penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai TWK terlambat disebabkan masalah substantif dan teknis. Dari segi alasan substantif, banyak sekali data, fakta, dan informasi yang membutuhkan pendalaman dan pengecekan dari satu sumber kepada sumber lainnya. Imbasnya, memperoleh temuan-temuan harus membutuhkan waktu yang lebih panjang daripada perkiraan semua.

Dari segi alasan bersifat teknis, penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM terlambat disebabkan adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). “Di dalam rilis kami, ada sekitar 10 halaman yang disampaikan detail oleh komisioner Komnas HAM, kalau total laporan sesungguhnya lebih dari 300 halaman,” ucapnya.

Laporan tersebut menindaklanjuti aduan perwakilan wadah pegawai KPK Yudi Purnomo. UU KPK terbaru 19/2019 dan PP 41/2020 memandatkan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Maka, KPK menerbitkan Perkom Nomor 1 tahun 2021 tentang tata cara pengalihan pegawai KPK menjadi ASN yang mensyaratkan TWK sebagai alat alih status. Proses asesmen TWK tersebut menyebabkan 75 pegawai KPK diberhentikan, karena tidak memenuhi syarat menjadi PNS.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan