close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara (kiri), dalam konferensi pers tentang kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga Papua di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Selasa (20/9/2022). Alinea.id/Gempita Surya
icon caption
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara (kiri), dalam konferensi pers tentang kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga Papua di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Selasa (20/9/2022). Alinea.id/Gempita Surya
Nasional
Selasa, 20 September 2022 17:53

Komnas HAM temukan dugaan penyiksaan dan kekerasan kasus mutilasi di Papua 

Informasi tersebut diperoleh dari permintaan keterangan terhadap para saksi dalam proses penyelidikan dan pemantauan perkara ini.
swipe

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengantongi informasi adanya dugaan penyiksaan dan kekerasan dalam peristiwa pembunuhan dan mutilasi 4 warga di Kabupaten Mimika, Papua, pada 22 Agustus 2022. Informasi diperoleh dari para saksi yang menjalani penyelidikan dan pemantauan perkara ini, khususnya kepolisian dan TNI.

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengungkapkan, informasi yang diperoleh dari kepolisian di antaranya kronologi peristiwa dan detail tempat kejadian perkara (TKP), kondisi dan luka korban, serta proses pencarian dan identifikasi korban.

"Jadi, ini soal proses-proses yang dilakukan oleh kepolisian," kata Beka dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Selasa (30/9).

Ada pula informasi berupa bukti-bukti komunikasi dan kesesuaian adanya perencanaan peristiwa, pelaku mengenal korban, serta proses penegakan hukum yang telah dijalankan.

Dikatakan Beka, Komnas HAM juga mengantongi informasi dugaan penyiksaan dan kekerasan dalam perkara yang melibatkan 6 anggota TNI tersebut.

"Ini yang penting, saya kira menjadi highlight dari Komnas HAMm adalah informasi dugaan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan merendahkan martabat manusia sampai hilangnya nyawa," ujar Beka.

Sementara itu, dari keterangan saksi pihak TNI, Komnas HAM memperoleh informasi para pelaku. Beka menyampaikan, para pelaku dari militer memiliki catatan pelanggaran disiplin sebelum peristiwa terjadi. Selain itu, pelaku memiliki senjata rakitan.

"Kemudian, informasi adanya praktik penjualan amunisi oleh anggota Brigif R 20/IJK/3 pada tahun 2019 dan saat ini sudah dilakukan proses penegakan hukum," terang Beka.

Dalam rangkaian proses penyelidikan dan pemantauan pada perkara ini, Komnas HAM meminta keterangan 19 saksi. Para saksi yang diperiksa berasal dari kepolisian, TNI, keluarga korban, dan pelaku.

"Hingga laporan ini disusun, tim pemantauan dan penyelidikan telah memeriksa 19 orang saksi yang terdiri dari penyidik Polres Mimika, Satgas Polda Papua, penyidik Puspomad, penyidik Pomdam XVII/Cenderawasih, penyidik Subdenpom Mimika, penyidik Satgasus Polda Papua, penyidik Polres Mimika, keluarga keempat korban, 6 orang pelaku anggota TNI, dan 3 orang pelaku sipil," tuturnya.

Pada perkara ini, kepolisian telah menetapkan 6 tersangka dan dijerat pasal berlapis. Mayor Inf HFD, misalnya, disangkakan Pasal 365 ayat (4) KUHP jo 340 KUHP jo 339 KUHP jo 170 ayat (1) jo ayat (2) ke-3 KUHP jo 221 ayat (1) KUHP jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 126 KUHPM jo 148 KUHPM.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan