close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu. (Robi Ardianto/Alinea)
icon caption
Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu. (Robi Ardianto/Alinea)
Nasional
Senin, 19 November 2018 15:29

Komnas Perempuan: Ada 235 perda diskriminatif di Indonesia

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyatakan, ada 421 produk kebijakan yang diskriminatif di Indonesia.
swipe

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyatakan, ada 421 produk kebijakan yang diskriminatif di Indonesia. Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu menjelaskan, 56%  di antaranya atau sekitar 235 kebijakan, berbentuk peraturan daerah (perda).

"Lainnya surat edaran, keputusan kepala daerah dari tingkat kelurahan sampai desa," kata Azriana di Gedung Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/11). 

Dia mencontohkan, aturan jam malam kepada perempuan, pembatasan kepada waria agar bisa bekerja, dan ada juga aturan dalam berbusana.

"Jam malam misalnya, aturan ini bisa menyebabkan perempuan yang memiliki aktivitas di malam hari, baik karena dia bekerja di instansi pemerintah yang melayani publik 24 jam, atau pedagang di daerah yang berjualan pada malam hari juga, perempuan yang mencari penghasilan di malam hari, terancam kehilangan mata pencarian," katanya menjelaskan. 

Kemudian ada pula perda tentang prostitusi, seperti yang diterapkan di Tangerang. Menurut Azriana, perda tersebut tidak memiliki batasan yang jelas.

Dalam perda tersebut, setiap orang yang berada di wilayah prostitusi dapat dikenai sanksi. Namun tak jelas batasan keberadaan orang yang dapat disanksi.

Azriana mengatakan, perda tersebut telah "memakan korban", dengan ditangkapnya seorang perempuan yang tak sengaja berada di lokasi tersebut, untuk menunggu transportasi.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengatakan, 80% dari 421 kebijakan diskriminatif itu, justru menyasar kaum perempuan. 

"Membatasi perempuan beraktivitas dengan menerapkan jam malam dan dengan siapa mereka bisa beraktivitas," kata Grace. 

Hal itu, menurutnya bisa berdampak langsung kepada kemiskinan, dan kesejahteraan masyarakat. Terutama, yang menjadikan perempuan sebagai kepala keluarganya.

"Ada banyak perempuan-perempuan yang menjadi kepala rumah tangga yang menjadi korban dari perda-perda diskriminatif," kata Grace.

Sebelumnya, Grace menyampaikan penolakan terhadap perda yang berlandaskan pada agama tertentu. Namun penolakan ini menuai polemik, yang berujung pada dilaporkannya Grace ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri oleh Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI).

Sekretaris Jenderal PPMI Zulkhair mengatakan, penolakan Grace merupakan bentuk penistaan agama, karena mengandung unsur ungkapan rasa permusuhan dan ujaran kebencian kepada agama.

img
Robi Ardianto
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan