Materi tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga bermuatan pelecehan seksual tengah diinvestigasi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan. Hal itu, disampaikan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan.
"Terkait wawancara yang berbasis indikasi pelecehan seksual, bias gender, sekarang lagi dalam investigasi dari Komnas Perempuan juga," ujarnya di Jakarta, Selasa (18/5).
Hotman meminta publik menunggu hasil investigasinya. Di sisi lain, dia berharap, hasil penelusuran Komnas bisa menjadi bahan tambahan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam memeriksa laporan dugaan pelanggaran etik yang dilayangkan 75 pegawai tak memenuhi syarat aparatur sipil negara atau ASN.
"Kami tunggu bagaimana nanti hasil investigasi daripada Komnas dan mungkin nanti hasil investigasi daripada Komnas bisa digunakan oleh Dewas untuk memperkuat pemeriksaannya," katanya.
Sebelumnya, Firli Bahuri, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar dan Alexander Marwata dilaporkan kepada Dewas KPK terkait TWK. Menurut Hotman, ada tiga dugaan pelanggaran yang dilaporkan. Pertama mengenai kejujuran.
"Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada TWK. Dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan," ujarnya.
Diketahui, setelah hasil TWK keluar 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos malah dibebastugaskan lewat SK Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021. Kedua, imbuh Hotman, terkait materi TWK yang diterka bermuatan pelecehan seksual terhadap pegawai perempuan KPK.
Terkahir, lima komisioner KPK dilaporkan karena diduga bertindak sewenang-wenang. Menurut Hotman, terkaan itu muncul karena pimpinan tak mengindahkan putusan uji materi Undang-undang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan pengujian regulasi itu dilakukan pada 4 Mei 2021.
Dalam pertimbangannya, MK mengatakan alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai. Akan tetapi, tiga hari berselang pimpinan malah menerbitkan SK 652 di mana salah satu poinnya adalah 75 pegawai yang tak lolos TWK diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan.
"Menjadi tanda tanya pada kita, apa yang terjadi dengan pimpinan? Bukankah salah satu azas KPK itu adalah kepastian hukum? Bukanlah keputusan MK itu merupakan suatu keputusan yang bersifat banding dan final, kenapa pimpinan justru tidak mengindahkan keputusan ini? Bahkan mengeluarkan keputusan 652 yang sangat merugikan kami," katanya.