close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Seseorang sedang membersihkan rumah. Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi. Seseorang sedang membersihkan rumah. Pixabay.com
Nasional
Rabu, 17 Juni 2020 07:47

Komnas Perempuan minta pembahasan RUU Perlindungan PRT diselesaikan

Kekosongan pengakuan hukum terhadap PRT tidak hanya berdampak terhadap kerentanan, tapi juga ketidakpastian terhadap perlindungan.
swipe

Komnas Perempuan mempertanyakan tersendatnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT. Padahal Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT yang diusulkan sejak 16 tahun lalu itu, telah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional. Namun, selalu terbengkalai dan gagal disahkan.

“Kekosongan pengakuan dan perlindungan hukum terhadap PRT tidak hanya berdampak terhadap kerentanan PRT. Namun, juga pada ketidakpastian perlindungan atas hak pemberi kerja,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani dalam keterangan tertulis, Selasa (16/6).

Ia menyayangkan hal itu. Mengingat Indonesia telah menyetujui Konvensi 198 dan Rekomendasi 201 yang merupakan perlindungan PRT terpinggirkan. Akibatnya komitmen Indonesia yang telah disaksikan komunitas internasional dalam pidato presiden di konferensi ke-100 ILO di Jenewa pada 14 Juni 2011, belum bisa diwujudkan.

PRT tergolong jenis pekerjaan sektor informal yang didominasi perempuan. Ironisnya, di Indonesia tiada payung hukum untuk PRT. Sehingga PRT rentan menerima kekerasan berbasis gender, seperti kekerasan seksual, perdagangan orang, dan kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan, belum menyangkut pelanggaran hak-haknya sebagai pekerja, seperi terkait upah, beban kerja, cuti, waktu istirahat, dan peningkatan kapasitas.

Di lain sisi, pemberi kerja tidak diberikan kepastian hukum terhadap haknya untuk mempekerjakan PRT yang cakap. Pemberi kerja juga tidak menerima haknya untuk memperkerjakan PRT yang diperjanjikan dengan kepastian keamanan tempat tinggal dan anak-anaknya. Hal tersebut menunjukkan besarnya tantangan PRT dan pemberi kerja dalam bernegosiasi tanpa perlindungan hukum.

Pada faktanya, PRT berkontribusi untuk kesejahteraan keluarga pemberi kerja. Pemberi kerja bisa fokus bekerja di ruang publik. Oleh karena itu, sebaiknya dalam relasi antara pemberi kerja dan PRT bisa setara, adil, saling menguntungkan, dan saling mendukung.

“Inilah yang semestinya dilindungi secara hukum melalui pengesahan RUU Perlindungan PRT,” ucapnya.

Pengakuan dan perlindungan hukum bagi PRT bisa diwujudkan dengan pengesahan RUU Perlindungan PRT. Pada peringatan PRT Internasional 2020 ini, Komnas Perempuan meminta DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT untuk menjamin perlindungan dan memberikan kepastian hukum.

“Adanya UU Perlindungan PRT ini juga akan memberikan perlindungan bagi pemberi kerja dan menciptakan situasi kerja yang layak dan menguntungkan bagi PRT dan pemberi Kerja,” tutur Tiari.

Pengesahan RUU Perlindungan PRT, disebut Tiari, bagian dari perwujudan Pancasila. Selain itu, juga merupakan upaya menjalankan konstitusi khususnya Pasal 28D ayat (2) dan hak asasi manusia.

Komnas Perempuan juga mendorong pemerintah agar meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan