close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Aktivis perempuan membawa poster pada aksi unjuk rasa memperingi hari perempuan sedunia 2019, di Banda Aceh Aceh, Jumat (8/3/2020)/Antara Foto.
icon caption
Aktivis perempuan membawa poster pada aksi unjuk rasa memperingi hari perempuan sedunia 2019, di Banda Aceh Aceh, Jumat (8/3/2020)/Antara Foto.
Nasional
Selasa, 09 November 2021 22:26

Komnas Perempuan soroti kasus kekerasan seksual di Unri, singgung Permendikbudristek

Ironis, kasus kekerasan seksual tejadi seiring terbitnya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.
swipe

Komnas Perempuan menanggapi kasus dugaan kekerasan seksual terhadap mahasiswi Universitas Riau (Unri) oleh oknum dosen kampus tersebut. Ironisnya, kasus ini terjadi seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 30 Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Permendikbudristek ini berupaya menjawab berbagai permasalahan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi, seperti kasus yang terjadi Unri, untuk mewujudkan kampus yang aman, sehat, dan nyaman dari berbagai bentuk kekerasan berbasis gender terutama kekerasan seksual," kata Komnas Perempuan dalam keterangan tertulis, Selasa (11/9/2021).

Komnas Perempuan kemudian menyampaikan pernyataan sikap atas kasus tersebut. Pertama, mengapresiasi Rektor Universitas Riau yang telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF), dan mendukung proses mengumpulkan informasi terkait kasus ini.

Kedua, Komnas Perempuan memberikan sejumlah saran dan masukan, di antaranya menambahkan keanggotaan TPF dari perwakilan mahasiswa dan pihak eksternal Universitas Riau, serta memastikan anggota TPF memiliki perspektif korban.

"Memberikan afirmasi kepada korban dalam proses menyelesaikan pendidikannya jika korban mengalami hambatan sebagai dampak psikis dari kekerasan seksual yang dialaminya. Penyelesaian pendidikan merupakan upaya pemulihan korban dan memastikan korban mendapatkan hak-haknya," bunyi poin ketiga masukan Komnas Perempuan.

Berikutnya, Komnas Perempuan mendukung langkah Irjen Kemendikbudristek yang akan menerjunkan tim Pengawas dalam kasus ini. Kelima, mengingatkan Polda Riau memprioritaskan penanganan kasus kekerasan seksual yang diadukan di Polresta Pekanbaru ketimbang pelaporan kasus pencemaran nama baik.

"Karena sangkaan pencemaran nama baik merupakan bentuk reviktimisasi terhadap korban dan berpotensi membungkam korban dan korban-korban lainnya dalam memperjuangkan, keadilannya. Langkah ini juga berkesesuaian dengan Pasal 10 Ayat 2 UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban," lanjutnya.

Komnas Perempuan selanjutnya merekomendasikan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan memberikan penegasan terhadap hak-hak korban, termasuk untuk tidak mengalami kriminalisasi akibat kasus yang menimpanya.

"Mengapresiasi YLBHI, LBH Pekanbaru, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional dan P2TP2A Pekanbaru yang mendampingi dan membangun solidaritas terhadap korban," bunyi poin terakhir pernyataan sikap Komnas Perempuan itu.

Untuk diketahui, pengaduan kasus ini diterima pada 8 November 2021 oleh Komnas Perempuan dari pendamping korban yang diwakili oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Pekanbaru, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau dan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional.

img
Fathor Rasi
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan