close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Polisi menghalau peserta aksi unjuk rasa yang rusuh di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. /Antara Foto
icon caption
Polisi menghalau peserta aksi unjuk rasa yang rusuh di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. /Antara Foto
Nasional
Senin, 28 Oktober 2019 19:34

KomnasHAM: Pembunuh peserta aksi 22 Mei bukan polisi

Dari hasil uji balistik di laboratorium forensik Mabes Polri, diketahui pelaku menggunakan senjata rakitan.
swipe

Tim pencari fakta (TPF) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM) menemukan ada 10 orang yang tewas dalam aksi unjuk rasa menolak hasil Pilpres 2019 yang berujung rusuh pada periode 21-22 Mei. Sebanyak 9 orang tewas di Jakarta dan 1 lainnya tewas di Pontianak, Kalimantan Barat. 

Menurut Komisioner KomnasHAM Beka Ulung Hapsara, sebanyak 9 orang tewas karena peluru tajam, yakni 8 di Jakarta dan 1 lainnya di Pontianak. Sisa satu korban lainnya tewas karena mengalami kekerasan. 

Namun demikian, Beka mengatakan, polisi tak terlibat dalam kasus-kasus penembakan terhadap peserta aksi unjuk rasa. Hal itu diketahui setelah TPF KomnasHAM mengklarifikasinya ke kepolisian. 

Dari hasil uji balistik di laboratorium forensik (labfor) Mabes Polri, lanjut Beka, diketahui bahwa senjata yang digunakan pelaku merupakan senjata rakitan.

"Dari uji balistik itu tidak ditemukan sisa-sisa selongsong, dan tidak ada senjata yang digunakan untuk menggunakan peluru tajam itu. Makanya, kami menyimpulkan korban yang meninggal itu bukan oleh aparat kepolisian," kata Beka di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Senin (28/10).

Menurut Beka, pelaku penembakan merupakan orang terlatih dan jumlahnya lebih dari satu orang. "Sampai saat ini Polri belum bisa menemukan identitas pelaku penembakan tersebut," jelas Beka.

Dari 10 orang yang tewas dalam kerusuhan 21-22 Mei, Beka mengatakan, empat di antaranya merupakan anak di bawah umur. Karena itu, TPF KomnasHAM menduga ada upaya menjadikan anak-anak sebagai sasaran guna memancing emosi massa.

Terkait aksi 21-22 Mei, Beka mengatakan, TPF KomnasHAM menemukan informasi yang mengindikasikan kerusuhan sengaja dipicu. Namun, TPF belum bisa mengidentifikasi para provokator kerusuhan. 

"Dalam situasi penuh kerumunan massa tersebut, akan sangat sulit mengidentifikasi dan mengenal para pelaku," jelas Beka. 

Setidaknya 465 orang ditangkap polisi dalam aksi unjuk rasa disertai kerusuhan pada periode 21-22 Mei. Sebanyak 74 orang di antaranya masih tergolong anak-anak. Sebagian telah ditetapkan sebagai tersangka dan sebagian lainnya telah dilepas Polri. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan