Masyarakat masih menyoroti gaya hidup mewah yang kerap ditampilkan para perwira tinggi (pati) Polri. Salah satunya, dengan tampilan kemeja kotak-kotak yang dikenakan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi dan mantan Karo Paminal Div Propam Polri yang terbang dengan menggunakan pesawat jet pribadi menuju Jambi.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, karakter hedonisme itu sebagai hal yang paling sulit diubah. Perubahan untuk hal itu membutuhkan waktu yang relatif lama.
“Reformasi Kultural Polri yang dianggap paling sulit karena tidak bisa mengubah watak dan budaya dalam sekejap,” kata Poengky sata dihubungi, Senin (5/9).
Tidak hanya hedonisme, masyarakat juga berharap Polri lebih humanis dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan, kultur korupsi, kolusi, dan nepotisme juga masuk dalam daftar resolusi hidup baru untuk Polri itu supaya Korps Bhayangkara menjadi bersih, profesional, transparan, dan akuntabel.
“Sementara masyarakat berharap watak Polri yg dulunya militeristik berubah jadi humanis dan menghormati HAM, serta gaya hidup mewah dan tampilan yg arogan menjadi sederhana,” ujar Poengky.
Kendati pelarangan itu telah masuk dalam aturan resmi seperti Perkap dan Surat Telegram (STR), langkah itu dianggap tidak cukup. Teladan dari pemimpin menjadi syarat penting untuk perubahan secara holistik tersebut.
“Memang butuh contoh teladan dari pimpinan agar anak buah malu bergaya hidup mewah,” ucap Poengky.
Ia mengaku, tidak ingin berada dalam lingkaran setan kultur hedonisme Polri yang terus-menerus disindir masyarakat. Namun, tidak juga ada perubahan yang pasti dari internal Bhayangkara.
Apalagi budaya tersebut tidak hanya berada di kantor polisi, namun hingga ke rumah masing-masing anggota. Sebab, banyak keluarga dari anggota Polri yang mencerminkan hedonisme dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami tidak mau terjebak hanya mengomentari gaya hidup satu dua orang ya. Yang kami awasi adalah gaya hidup seluruh anggota Polri dan keluarganya yang harus sesuai dengan semangat Reformasi Kultural Polri,” ujar Poengky.
Berdasarkan Reformasi Polri tahun 1999, Polri dipisahkan dari TNI oleh Presiden BJ Habibie melalui Inpres No. 2 tahun 1999. Dikuatkan dengan TAP MPR nomor VI tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, serta TAP MPR nomor VII tentang Peran TNI dan Peran Polri.
Reformasi Polri kemudian dibagi menjadi Reformasi Struktural yang menempatkan Polri langsung di bawah Presiden. Peristiwa ini menunjukkan Reformasi Instrumental yang mengubah aturan-aturan Polri tidak lagi merujuk pada ABRI dan Reformasi Kultural Polri.
“Reformasi Kultural Polri yang mengharuskan perubahan mindset dan cultureset seluruh pimpinan dan anggota Polri,” tutur Poengky.