Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi menetapkan sembilan nama anggota panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) dan dewan pengawas (dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Sebanyak lima di antaranya berasal dari unsur pemerintahan dan empat lainnya dipilih mewakili masyarakat sipil.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh ditunjuk sebagai ketua pansel, sedangkan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Satria ditunjuk sebagai wakil ketua pansel. Saat ini, Arief juga merupakan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Anggota pansel dari unsur pemerintah lainnya, yakni Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko di Kementerian BUMN Nawal Nely, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kemenkumham Ambeg Paramarta.
Adapun dari unsur masyarakat, Jokowi menunjuk ekonom dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Ahmad Erani Yustika, pakar hukum Universitas Andalas (Unan) Elwi Danil, anggota Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Rezki Sri Wibowo, dan pengajar FH Universitas Airlangga (Unair) Taufik Rachman sebagai anggota pansel.
Meskipun bersatus sebagai pengajar, Erani juga tercatat sebagai Komisaris PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Pada 2021 lalu, Erani tercatat sebagai Komisaris PT Waskita Karya (Tbk), perusahaan negara yang bergerak di bidang konstruksi. Artinya, Erani tak sepenuhnya bebas dari konflik kepentingan.
Menurut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, pansel capim dan dewas KPK akan bertugas sejak Juni hingga 20 Desember 2024. Sekretariat pansel bakal ditempatkan di lingkungan Kemensetneg yang jaraknya hanya selemparan batu dari Kantor Presiden.
"Kita harapkan pansel dapat secara optimal bekerja sebaik-baiknya untuk menentukan nama-nama yang dibawa diusulkan ke DPR," ujar Pratikno dalam konferensi pers Kantor Kemensetneg, Jakarta Pusat, Kamis (30/05) lalu.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai komposisi pansel capim dan dewas KPK cenderung mewakili "kepentingan" pemerintah. Ia pesimistis pansel bakal mampu meloloskan kandidat pimpinan KPK yang bersih dan berintegritas.
“Kepentingan masyarakat belum tentu sejalan dengan Presiden Jokowi yang mementingkan stabilitas pascalengser nantinya,” ujar Zaenur kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Zaenur mengatakan sulit percaya Jokowi ingin KPK kuat. Apalagi, pada era Jokowi KPK justru semakin lemah, semisal lewat revisi Undang-Undang KPK, memilih Firli Bahuri cs sebagai pimpinan KPK.
Jokowi juga dianggap turut bertanggung jawab dalam menyingkirkan penyidik dan pegawai KPK yang berintegritas melalui tes wawasan kebangsaan. “Indeks persepsi korupsi jatuh di tangan Jokowi,” kata Zaenur.
Zaenur tentu berharap dugaannya salah. Ia menantang pansel capim dan dewas KPK berani menolak calon titipan, pesanan, dan tahan terhadap tekanan dari pemerintah, pembantu presiden, dan aparat penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan.
Ia juga mengingatkan agar pansel memperhatikan masukan dari masyarakat sipil. Pansel juga harus memastikan tak ada "kuota" untuk kepolisian maupun kejaksaan dalam daftar capim KPK.
“Saya tidak berharap banyak pada pansel ini. Tetapi, semoga harapan saya salah. Jadi saya tantang pansel untuk membuktikan tidak seperti yang saya katakan,” ucapnya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (Maki) Boyamin Saiman meminta pansel melibatkan para psikolog dan pakar dalam proses seleksi. Dengan begitu, pansel bisa menguliti karakter para capim KPK hingga sedalam-dalamnya.
"Tidak hanya sosok baik dan integritas, tapi juga sifat serakah dan tabiat one man show harus di-filter. Bagi KPK, kerja sama tim sangat diperlukan," kata Boyamin kepada Alinea.id.
Lebih jauh, ia berharap proses seleksi pimpinan KPK digelar secara terbuka supaya publik bisa turut mengawasi dan memberikan masukan secara langsung kepada pansel. "Bahkan harusnya melibatkan tim pakar,” cetus Boyamin.