Konco Doni Monardo di proyek penanganan Covid-19 BNPB
Dua puluh hari setelah kasus Covid-19 pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020, PT Trimitra Wasesa Abadi menambahkan satu lagi jaring usahanya di dokumen administrasi hukum umum (AHU) yang terdaftar di Ditjen AHU Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM).
Selain bergerak di bidang konstruksi, transportasi, pertanian, dan pengelolaan air, perusahaan yang dimiliki pengusaha Budiyanto Gani itu kini juga bergerak bidang medis. Pada dokumen AHU, ada pula nama Harmonisah sebagai komisaris dan Sutjiarto Abdul Gani sebagai direktur di Trimitra.
Tak lama setelah penambahan lini bisnis itu, Trimitra sukses mengantongi proyek pengadaan alat tes Covid-19 dan media transfer virus dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Ditemui di restoran Sari Ratu Kitchen, Jakarta Selatan, Rabu (10/3) lalu, Budiyanto mengonfirmasi keterlibatan perusahaannya dalam proyek-proyek di BNPB selama pandemi. Menurut Budi, ia didorong naluri bisnis saat memutuskan merambah ke dunia medis.
"Mau bertahan atau mati?" kata Budi, sapaan akrab Budiyanto, kepada tim dari Klub Jurnalis Investigasi (KJI). Saat itu, tim KJI beranggotakan Alinea.id, Tempo, Suara.com, dan Jaring.
Selain berstatus sebagai Direktur Utama Trimitra, Budi juga pemilik Sari Ratu Kitchen. Restoran itu didirikan Budi bersama Inna Rossaria, adik sepupu Kepala BNPB Donni Monardo. Dalam salah satu unggahan di Instagram @Sariratukitchen pada 2 Juli 2018, Doni terpotret berada satu frame dengan Budi.
Budi membenarkan Doni sempat berkunjung ke Sari Ratu Kitchen saat baru diresmikan pada 2018. Ketika itu, Doni baru saja menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Watannas) setelah sebelumnya bertugas sebagai Pangdam Siliwangi.
Budi juga tak membantah keakrabannya dengan Doni. Ia mengaku dikenalkan Inna pada 2014. Namun, ia menegaskan kedekatannya dengan Doni tidak ada sangkut pautnya dengan keterlibatan Trimitra dalam proyek-proyek BNPB selama pandemi.
"Semua (urusan pengadaan) di deputi logistik (BNPB). Adik kandungnya saja tidak dibantu. Apalagi saya. Semua yang kenal Pak Doni pasti mengerti karakter beliau sejak jadi Pangdam," tutur Budi.
Selain Trimitra, menurut kajian Indonesia Corruption Watch (ICW), ada enam perusahaan lainnya yang telah meneken kontrak pesanan perangkat uji usap dengan BNPB, yakni PT Bumi Resource Nusantara, PT Harsen Laboratories, PT Makmur Berkah Sehat, PT Mastindo Mulia, PT Next Level Medical, dan PT Sinergi Indomitra Pratama.
Dari pantauan pada periode Mei-Desember 2020, ICW mencatat Trimitra paling banyak dapat jatah proyek di BNPB. Nilai pengadaan oleh Trimitra ditaksir mencapai Rp427 miliar atau sekitar 49,5% dari total pengadaan alat usap Covid-19 sepanjang 2020.
Perusahaan itu tercatat mengadakan delapan merek perangkat uji usap dari negara Tiongkok dan Korea Selatan, yakni Beaver, Cellpro, Citoswab, Intron, Liveriver, Torax, Toyobo, dan Zybio.
Berdasarkan surat bertanggal 20 Oktober 2020, lima dari delapan merek yang dipasok Trimitra disinyalir tidak direkomendasikan World Health Organization (WHO). Kelima merek itu ialah Beaver, Cellpro, Citoswab, Torax, dan Zybio.
"Kami pun juga menduga bahwa ada monopoli yang terjadi yang dilakukan oleh pihak swasta dalam konteks pengadaan alat kesehatan, terutama alat kesehatan reagen untuk pendeteksian Covid-19," ujar peneliti ICW Wana Alamsyah kepada tim KJI di kantor ICW, Jakarta Selatan, Jumat (12/2).
Selain Trimitra, PT Sinergi Indomitra Pratama juga tercatat menjadi salah satu pemenang proyek terbesar di BNPB. Sinergi mendapat paket pengadaan perangkat uji sampel Covid-19 merek Liveriver sebanyak 525.000 pieces senilai Rp196,8 miliar dari BNPB.
Proyek itu diperoleh Sinergi pada 17 April 2020 atau tepat ketika BNPB tengah mengadakan rapat pengadaan reagen PCR.
"Itu sudah mengindikasikan bahwa ada satu perusahaan yang melakukan monopoli terhadap pembelian reagen tersebut yang dilakukan atau yang diadakan oleh BNPB," ujar Wana.
Turut mewakili Sinergi
Berdasarkan dokumen absensi dalam rapat tersebut, nama Budiyanto tercatat sebagai perwakilan PT Sinergi Indomitra Pratama. Budi tak membantahnya. Ia bahkan mengakui hadir dengan atribut PT Sinergi ketika itu.
"Iya, betul saya ikutan di ruangan itu. Tapi, itu bukan PT saya. PT itu yang berhasil mendapatkan slot reagen pada saat satu dunia tidak ada barang. Yang punya (PT Sinergi Indomitra Pratama) itu hadir juga di rapat itu," ucapnya.
Menurut Budi, ia mengisi daftar hadir itu lantaran mendapat instruksi dari petugas. "Ya, saya tanda tangan aja. Karena saya datang dengan tim PT Sinergi ya saya tulis dari PT Sinergi juga," ucap dia.
Sebelum rapat tersebut digelar, menurut Budi, ia menghubungi sejumlah penyedia alat kesehatan uji sampel Covid-19 untuk dapat berpartisipasi dalam proyek pengadaan reagen BNPB, termasuk Sinergi.
"Pada saat darurat itu, saya hubungi semua kawan-kawan yang bisa dapatkan reagen PCR. Mereka (Sinergi) yang bisa dapatkan," kata pria paruh baya tersebut.
Dalam laman sinergiindomitrapratama.com, Sinergi "memperkenalkan diri" sebagai perusahaan yang khusus bergerak di bidang pengembangan dan penyediaan berbagai peralatan dan perlengkapan untuk militer dan polisi.
Tidak terdapat informasi jelas mengenai siapa pemilik perusahaan tersebut pada laman itu. Namun, Sinergi menyatakan Korps Peralatan Angkatan Darat dan Pusat Pembekalan Angkatan Darat sebagai dua klien utama mereka.
Pada dokumen bertajuk "Solusi Real-Time PCR Deteksi SARS-Cov-2" yang dilekatkan di situs itu, Sinergi diketahui berdiri pada 2019 dan berkantor di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Produk yang ditawarkan Sinergi dalam dokumen itu ialah molucelar diagnostic (qPCR dan PCR) serta alat perlindungan diri (APD).
Menurut ICW, proyek pengadaan tak hanya bermasalah karena melibatkan orang dekat Doni saja. Proyek itu juga diduga merugikan negara karena banyak alat uji Covid-19 tak bisa digunakan atau mendekati masa kedaluwarsa, termasuk yang dipasok Trimitra.
Dalam kajiannya, ICW menemukan setidaknya ada 498.644 pieces alat kesehatan yang diretur oleh 78 rumah sakit dan laboratorium di 29 provinsi. Potensi kerugiannya diperkirakan mencapai sekitar Rp170 miliar.
Dalam keterangan tertulis yang diterima KJI, Doni membantah ada "permainan" dalam proyek pengadaan polymerase chain reaction (PCR), ribonucleic acid (RNA) dan viral transport medium (VTM) BNPB sepanjang 2020. Menurut dia, proses pengadaan sudah sesuai prosedur.
"Proses pengadaan di BNPB terbuka untuk umum, setiap penyedia yang memiliki produk sesuai spesifikasi kebutuhan dan memenuhi persyaratan sebagai penyedia dapat ditunjuk sebagai penyedia," terang Doni.
Tak hanya itu, Doni juga menepis dugaan adanya komisi dalam nilai tertentu yang diberikan perusahaan pemenang proyek kepada pejabat BNPB. "Kami pastikan informasi itu tidak benar," tegas mantan Danjen Kopassus tersebut.
Catatan redaksi: Artikel ini terbit berkat kerja sama antara Alinea.id, KJI, dan ICW.