close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo (tengah) berdialog dengan warga saat Penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat di Gelanggang Remaja Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (22/2/2019). Foto Antara
icon caption
Presiden Joko Widodo (tengah) berdialog dengan warga saat Penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat di Gelanggang Remaja Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (22/2/2019). Foto Antara
Nasional
Rabu, 22 September 2021 18:32

Konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria

Program reforma agraria di Indonesia sendiri belum menunjukkan keberhasilan dalam merombak ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah.
swipe

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) sebagai instansi yang menjalankan Reforma Agraria terus melakukan penguatan regulasi dan percepatan penyelesaian konflik agraria.

"Hal ini dilakukannya karena Reforma Agraria ialah kebutuhan semua pihak, sehingga perlu adanya kolaborasi bersama antarpemangku kepentingan dalam upaya pengimplementasiannya," kata Wakil Menteri ART/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam Rapat Kerja Petani yang bertemakan “Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria”, secara daring.

Hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana dalam melaksanakan reforma agraria dan menyelesaikan konflik, hadirnya kelapangan hati dan perhatian terhadap masyarakat sangat dibutuhkan.

"Ketika mengambil kebijakan itu harus sejalan dengan kondisi atau berangkat dari kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dalam konteks itu kita bisa membayangkan hasil indikator keberhasilan dari kerja-kerja kita sekarang dan mulai terbayang identifikasi, inventarisasi, verifikasi dan pemetaannya," ujar Surya Tjandra.

Pemerintah sendiri telah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). GTRA dalam hal ini merupakan wadah kerja lintas sektor dalam penyelesaian konflik agraria. 

"Di GTRA kami melakukan terus menerus dialog dan diskusi dengan semua pihak untuk berkoordinasi, mengumpulkan data informasi, bernegosiasi, dan mediasi. Sehingga, aspirasi dan tantangan dari berbagai pihak dapat terserap untuk menemukan solusi dan rekomendasi kebijakan yang sistemik dan berkelanjutan," ungkap Wamen ATR/Waka BPN.

Sementara Sekretaris Jenderal Kementerian KLHK, Bambang Hendroyono mengatakan, penyelesaian Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), yang masuk dalam kawasan hutan, tetap bersinergi dengan Kementerian ATR/BPN. Diharapkan pula terobosan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dapat memperkuat sinergi dan mempercepat penyelesaian tersebut.

"Dalam kaitannya ketentuan hak atas tanah dari kawasan hutan kami tetap bersinergi dengan ATR/BPN. Tetapi kami tidak mau jadi hambatan bagi masyarakat yang punya hak di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan, ini menjadi poin kita di UUCK. Kami tetap menghormati kerja bersama ini agar TORA bisa ditemukan pendekatan kerjanya," kata Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono yang dikutip pada laman atrbpn.go.id.

Sementara itu di sisi lain, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih dalam acara rangkaian Hari Tani Nasional, Minggu (5/9/2021), secara daring, mengatakan reforma agraria sebenarnya sudah menjadi komitmen pemerintahan Jokowi. 

Program Reformasi Agraria dan Kedaulatan Pangan ini menjadi salah satu prioritas dalam Nawa Cita (Sembilan program prioritas), yang dicanangkan Presiden Jokowi pada periode pertama bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla periode 2014-2019. 

Kini pada periode kedua Jokowi menjabat, kembali melanjutkan program ini bersama Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Yang mana hal ini masuk ke dalam Visi Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong sebagai visi pembangunan Indonesia ke depannya.

“Langkah-langkah untuk mempercepat implementasi reforma agraria telah diambil, seperti Peraturan Presiden RI (Perpres) nomor 88/2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan dan Perpres nomor 86/2018 tentang reforma agraria. Hanya saja, realisasi dari kedua peraturan ini belum sesuai dengan harapan. Program reforma agraria di Indonesia sendiri belum menunjukkan keberhasilan dalam konteks merombak ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia,” papar Henry.

Henry menjelaskan pula, program reformasi agraria ini menargetkan redistribusi tanah seluas 9 juta hektare, yang meliputi 4,5 juta hektare legalisasi aset (3,9 juta hektare sertipikasi dan 0,6 juta hektare tanah transmigrasi) dan redistribusi tanah sebesar 4,5 juta hektar (4,1 juta hektare pelepasan kawasan hutan dan 0,4 juta hektare eks-HGU, tanah terlantar dan tanah negara).

Akan tetapi, Henry mengeluhkan bahwa capaian itu belum mengubah ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah dan pelaksanaannya masih sangat lambat.

Sehingga, Presiden Jokowi menargetkan paling sedikit 50% dari usulan percepatan penyelesaian konflik agraria yang telah dibahas pada evaluasi pelaksanaan reforma agraria 2019, dapat terselesaikan di tahun 2021 ini.

“Tindak lanjut dari arahan Presiden RI, pada 29 Januari 2021 Kepala Staf Kepresidenan RI menandatangani Surat Keputusan Nomor 1B/T Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria (PPKA-PKRA) Tahun 2021. Di mana SPI menjadi salah satu anggota dalam Tim tersebut yang bekerja sampai dengan tanggal 31 Desember 2021. Setelah bekerja 7-8 bulan ini, kerja-kerja Tim PPKA-PKRA harus terus diperkuat,” tegas Henry.

img
Muhammad Adil
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan