Kongkalikong petugas pajak dengan diler mobil mewah Jaguar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan suap restitusi pajak diler mobil mewah PT WAE pada 2015 hingga 2016.
PT WAE merupakan perusahaan penanaman modal asing yang menjalankan bisnis sebagai diler dan pengelola layanan penjualan, bengkel, suku cadang, dan body paint untuk mobil Jaguar, Bentley, Land River, dan Mazda.
Satu tersangka sebagai pihak pemberi ialah Komisaris Utama PT WAE pada 2017, Darwin Maspolim. Sedangkan, empat tersangka yang diduga sebagai pihak penerima ialah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Yul Dirga.
Kemudian, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga Hadi Sutrisno, Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE Jumari, serta Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT WAE M Naim Fahmi.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan proses penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data yang relevan hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup.
"Maka KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan lima orang tersangka," kata Saut saat konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8).
Akibat perkara ini, Saut mengaku menyesal terjadinya suap dan kongkalikong petugas pajak dengan para pihak yang mempunyai kewajiban membayar pajak. Seharusnya, kata Saut, uang pajak digunakan untuk pembangunan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.
"Namun dalam perkara ini pembayarannya direkayasa sedemikian rupa. Alih-alih perusahaan sebagai pihak wajib membayar pajak, justru dalam kasus ini ditemukan negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusuhaan," ujar Saut.
Sebagai pihak pemberi, Darwin disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak penerima, disangkakan melanggar pasal, melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kronologi suap
Saut Situmorang mengatakan, transaksi suap yang dialirkan dalam perkara itu mencapai miliaran rupiah. Dia menduga, bos PT WAE telah memberikan uang sebesar Rp1,8 miliar kepada para petugas pajak.
"Diduga uang itu untuk menyetujui pengajuan restitusi pajak PT WAE tahun pajak 2015 sebesar Rp5,03 miliar dan tahun 2016 sebesar Rp2,7 miliar," kata Saut.
Dijelaskan Saut, restitusi pajak PT WAE pada 2015 terjadi saat perusahaan PMA yang bergerak di bidang diler untuk mobil mewah itu menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak Penghasil Wajib Pajak Badan (PPWPB) sebesar Rp5,03 miliar.
Atas dasar itu, kantor pelayanan pajak PMA Tiga mengutus tim untuk memeriksa pengajuan tersebut. Kala itu, tersangka Hadi Sutrisno selaku supervisor, dan anggotanya tersangka M Naim Fahmi. Dari hasil pemeriksaan, kata Saut, PT WAE tidak melebihi bayar melainkan kurang bayar pajak.
"Namun tersangka HS (Hadi Sutrisno) menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi dengan imbalan di atas Rp1 miliar," ucap Saut.
Mendapat tawaran tersebut, tersangka Darwin langsung menyetujui. Kemudian, PT WAE mencairkan uang dalam dua tahap dalam pecahan dolar Amerika Serikat.
Seiring waktu berjalan, sambung Saut, PT WAE mendapat Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) pajak penghasilan yang menyetujui restitusi sebesar Rp4,59 miliar pada April 2017. Surat tersebut ditanda tangani oleh Yul Dirga selaku Kepala KPP PMA Tiga.
Menindaklanjuti perjanjian sebelumnya, Darwin mengutus seorang staf PT WAE untuk menyerahkan uang kepada tersangka Hadi sebesar US$73,700. Uang tersebut dibungkus dengan kantong plastik hitam, dan penyerahan pun dilakukan di sebuah parkiran pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Barat pada Mei 2017.
"Uang tersebut kemudian dibagi Hadi pada YD (Yul Dirga) dan dua anggota tim pemeriksa yaitu (JU) Jumari dan MNF (M Naim Fahmi) sekitar US$18.425 per orang," terang Saut.
Selanjutnya, Saut menjelaskan praktik rasuah restitusi pajak pada 2016 terjadi saat PT WAE kembali menyampaikan SPT PPWBP dengan nilai mencapai Rp2,7 miliar. Saat itu, tersangka Hadi menyampaikan kepada PT WAE bahwa SPT PPWBP itu banyak kesalahan yang seharusnya lebih bayar menjadi kurang bayar.
Kemudian, tersangka Hadi kembali menawarkan bantuan dengan meminta imbalan sebesar Rp1 miliar. Namun PT WAE tidak sepakat dengan angka tersebut. Atas dasar itu tersangka Hadi mencoba negosiasi imbalan itu dengan Yul Dirga.
"Komitmen yang disepakati adalah Rp800 juta. Pihak PT WAE kembali menggunakan sarana money changer untuk menukar uang rupiah menjadi dolar AS," kata Saut.
Dikatakan Saut, surat SKPLB pajak penghasilan PT WAE kembali terbit dengan restitusi sebesar Rp2,77 miliar pada Juni 2018. Surat itu pun ditanda tangani oleh Yul Dirga selaku Kepala KPP PMA Tiga.
Menindak lanjuti penerbitan surat itu, tersangka Hadi mengambil uang sebesar US$57.500 dari salah satu pihak PT WAE di sebuah toilet pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Selatan.
"Uang tersebut kemudian dibagi HS (Hadi Sutrisno) pada tim pemeriksa yaitu JU (Jumari) dan MNF (M Naim Fahmi) sekitar US$13.700 untuk setiap orang. Sedangkan YD (Yul Dirga) mendapat US$14.400," ujar Saut.
Menanggapi kasus tersebut, Inspektur Jendral Kementerian Keuangan Sumiyati mengaku sudah memberikan sanksi disiplin terhadap empat orang jajarannya. Dua pegawai yang diberhentikan ialah Jumari selaku ketua tim pemeriksa dan anggotanya yakni M Naim Fahmi.
"Sudah ada rekomendasi hukuman disipilin untuk dua pelaku yaitu JU (Jumari) dan MNF (M Naim Fahmi) sudah dijatuhi disiplin. Sedangkan YD (Yul Dirga) dan HS (Hadi Sutrisno) masih diproses, tetapi sudah dibebastugaskan dari tugasnya," ujar Sumiyati.
Konferensi pers Penetapan Tersangka Perkara Suap Pajak https://t.co/1AHKBKPp8Q
— KPK (@KPK_RI) August 15, 2019