Konten YouTube polisi “artis”: Jauhkan dari tabiat arogan
Dua polisi “artis”, yakni Aiptu Jakaria dan Aipda Monang Parlindungan Ambarita dimutasi ke bidang Humas Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Telegram Nomor ST/458/X/KEP/2021 per Selasa (19/10). Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, keduanya punya bakat mengelola media sosial dan memiliki followers yang banyak.
Jakaria atau yang terkenal dengan nama Jacklyn Chopper sebelumnya menjabat sebagai Banit 9 Unit 2 Subdit 4 Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ia aktif di media sosial. Jakaria juga memiliki kanal YouTube pribadi, yakni Jacklyn Chopper dengan jumlah subscriber 546.000.
Sementara Ambarita, pernah tampil dalam beberapa seri program televisi yang mengangkat aktivitas tugas satuannya tim Raimas Backbone di The Police, yang tayang di Trans 7. Ambarita, yang sebelumnya menjabat sebagai Banit 51 Unit Dalmas Satuan Sabhara Polres Jakarta Timur, juga aktif di kanal YouTube Raimasbackbone Official yang punya subscriber sebanyak 1,41 juta.
Beberapa waktu lalu, Ambarita sempat menjadi sorotan. Pangkalnya, videonya yang memeriksa telepon genggam warga dan sempat viral, diduga melanggar standar operasional prosedur (SOP). Warga tersebut keberatan karena menganggap telepon genggam itu privasinya.
“Kebanyakan nonton film Hollywood kau itu. Privasi apa sih itu privasi? Coba gimana undang-undangnya?” kata Ambarita dalam video tersebut. Kini, kanal Raimasbackbone Official juga sudah “menghilang” dari YouTube.
Pentingnya pengawasan
Raimas Backbone merupakan tim pengurai massa (raimas), yang bertugas mengurai, membubarkan, atau melokalisasi massa yang potensial mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Tim yang dipimpin Ambarita itu berada di bawah Direktorat Sabhara Polres Jakarta Timur.
Tim ini sangat populer, terutama bagi warga sekitar Jakarta Timur, karena aksinya mengantisipasi kejahatan jalanan, dengan cara patroli menggunakan sepeda motor dari tengah malam hingga pagi. Aksi mengejar pelaku begal atau genk motor, menangkap pengguna narkoba, membubarkan tawuran, memeriksa remaja yang nongkrong dan berkendara dini hari rutin dipublikasikan di kanal Youtube Raimasbackbone Official.
Menurut Kapolres Jakarta Timur Kombes Pol Erwin Kurniawan, pascakejadian pemeriksaan telepon genggam warga yang viral itu, pihaknya sudah mengevaluasi kinerja Tim Raimas Backbone. Erwin menyebut, ia sudah merancang langkah perbaikan agar pelaksanaan pemeliharaan keamanan dan ketertiban dilakukan lebih preventif.
“Insyaallah kegiatan preventif yang diawaki satuan Sabhara polres dan polsek dalam harkamtibmas (pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat) tetap berlanjut karena memang itu tugas pokok yang harus dilaksanakan,” ucap Erwin saat dihubungi Alinea.id, Selasa (26/10).
Erwin mengatakan, dirinya sudah mengimbau kepada jajaran perwira di Polres Jakarta Timur untuk mengawasi penggunaan media sosial para anggotanya, agar lebih terukur dan tak arogan.
“Intinya melakukan edukasi terkait penggunaan medsos dan bertindak secara prosedural, proporsional, dan profesional,” kata Erwin.
Selain Raimas Backbone, konten polisi dari tim atau kesatuan lain pun tampil di YouTube, di antaranya kanal YouTube Team Jaguar Restro Depok milik Tim Jaguar Polres Metro Depok, Jawa Barat; LAOS TTU milik Tim Tarsius Satreskrim Polres Bitung, Sulawesi Utara; dan Resmob Polres Brebes.
Program televisi yang bekerja sama dengan Polri, seperti 86 di NET TV dan The Police di Trans 7 juga cukup populer. Program acara ini kerap memotret kegiatan patroli polisi. Tim Prabu Polrestabes Bandung sering kali tampil di The Police. Aiptu Jakaria juga pernah menjadi pembawa acara di program televisi serupa, yakni Jatanras yang tayang di NET TV.
Dihubungi terpisah, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti memandang, polisi boleh saja menggunakan media sosial untuk membuat konten. Akan tetapi, ia mengingatkan, polisi tak boleh arogan memanfaatkan media sosial, hanya agar kontennya menjadi memikat hingga harus berbuat represiif kepada warga.
“Polisi boleh dan dianjurkan memberi penyadaran kepada masyarakat sebagai bagian dari tindakan preventif mencegah kejahatan,” kata Poengky, Senin (25/10).
“Tapi, semuanya harus atas pengawasan pimpinan agar kontennya sesuai aturan.”
Tak hanya masyarakat, menurut Poengky, anggota polisi juga mesti bijak menggunakan media sosial. Terlebih jika hal itu untuk konten perihal kinerja kepolisian.
"Sebagai anggota Polri harus menunjukkan kesederhanaan dan jiwa melayani, mengayomi, melindungi, serta menegakkan hukum guna mewujudkan harkamtibmas," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai, pengawasan dari pimpinan Polri diperlukan agar konten yang dibuat tak menerabas hak asasi manusia. “Dan pengawas internal agar ada koreksi. Harus ada supervisi atasan agar konten sesuai track,” tuturnya.
Konten agar lebih edukatif
Poengky menilai, sebaiknya polisi membuat konten yang lebih persuasif dan menjauhkan nuansa represif. Sebab, pendekatan edukasi lebih baik ketimbang pendekatan kriminalisasi.
"Misalnya penangkapan dan penahanan," ujar Poengky.
Ia mengatakan, tim patroli polisi bisa mencontoh konten YouTube Pak Bhabin, yang lebih menekankan upaya preventif, dengan kolaborasi ke banyak pihak untuk tujuan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
Kanal YouTube Pak Bhabin bernama Polisi Motret. Konten ini sudah memiliki 976.000 subscriber, sejak aktif pada 23 Oktober 2009. Pak Bhabin sendiri bernama asli Herman Hadi Basuki. Polisi berpangkat Aipda ini bertugas di Polres Purworejo, Jawa Tengah. Ia pernah pula menjadi pembawa acara Siap!! Ndan yang ditayangkan Trans TV pada 2019-2020.
“Sangat diperbolehkan bagi anggota (polisi) yang punya kemampuan komunikasi publik yang baik untuk menggunakan medsos sebagai sarana mengampanyekan harkamtibmas,” kata dia.
“Konten Pak Bhabin di kanal YouTube contoh positif polisi merangkul masyarakat dan menyampaikan pesan harkamtibmas secara humanis.”
Sementara itu, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Nenden Sekar Arum menyebut, sikap Ambarita yang memeriksa telepon genggam warga sudah melanggar privasi. Ia menilai, tak patut konten bernuansa menekan tersebut menjadi potret kinerja polisi.
“Sebaiknya para aparat penegak hukum itu betul-betul memahami perangkat hukum. Konteks memeriksa hp itu sudah merupakan bagian dari hak asasi manusia, bahkan dilindungi undang-undang,” kata dia ketika dihubungi, Senin (25/10).
Nenden memandang, masih banyak cara untuk membuat konten kinerja polisi menjadi menarik, tanpa harus merendahkan martabat seseorang. Ia melanjutkan, sebaiknya konten yang dipublikasikan lebih mendidik, bukan cuma memamerkan arogansi.
"Masih banyak hal yang bisa dijadikan konten ketimbang merepresi masyarakat, misalnya bikin konten bagaimana cara melaporkan kejahatan, layanan apa saja yang bisa diberikan kepolisian, dan lain sebagainya," ucap Nenden.
Ia mengingatkan, kepolisian seharusnya sadar bahwa konten semacam Raimasbacbone Official dan sejenisnya, dibuat dari anggaran negara. Maka, kata dia, sangat mubazir bila hanya dibuat sebagai ajang unjuk gigi arogansi aparat.
"Jangan lupa, produksi konten tersebut kan bisa jadi pakai uang rakyat. Jadi harus ada yang memberikan benefit bagi masyarakat," ujar Nenden.
Nenden menuturkan, kepolisian mesti merancang sistem konten yang sehat untuk masyarakat. Terutama bagi polisi “artis” yang acap kali tampil di media sosial.
“Bisa dibuat lebih profesional aja pengelolaan kontennya, ada prosedurnya, plan-nya, dan strateginya,” kata dia.
“Jadi, apa yang diproduksi dan dipublikasikan lebih bermanfaat bagi masyarakat.”