close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi. foto  Pixabay
icon caption
ilustrasi. foto Pixabay
Nasional
Selasa, 25 Januari 2022 19:55

Kontras sebut kerangkeng di rumah Bupati Langkat sebagai perbudakan modern

Kontras juga menyayangkan sikap institusi lainnya seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat.
swipe

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam dugaan perbudakan terhadap para pekerja sawit oleh Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Kontras menilai peristiwa itu sebagai praktik perbudakan modern.

Dalam pernyataan sikap, Kontras juga menyayangkan sikap institusi lainnya seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat yang seakan mendukung praktik kerangkeng walaupun sudah mengetahui sejak lama.

"Padahal Bupati jelas tidak memiliki otoritas melakukan pembinaan atau rehabilitasi terhadap pengguna narkotika. Hal ini menandakan bahwa institusi lain yang membiarkan praktik tersebut tidak mengerti konsep dasar hak asasi manusia," kata Kepala Divisi Advokasi HAM Kontras, Andi Rezaldi dalam keteranganya kepada Alinea.id, Selasa (25/1).

Penemuan kerangkeng dan dugaan praktik perbudakan ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Terbit Rencana sebagai penerima suap dari kontraktor yang menggarap proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Adapun lokasi dari kerangkeng berada pada lahan belakang rumah Bupati dan praktik tersebut telah berlangsung lebih dari 10 tahun.
 
Kemudian, berdasarkan temuan Migrant Care, setidaknya ada dua kompleks penjara sebagai tempat tinggal para pekerja.

Menurut Andi, praktik semacam ini dapat dipastikan sebagai bentuk perbudakan modern (modern slavery) yang merupakan kejahatan lintas batas dan sangat memprihatinkan. Selain perbudakan, para korban juga mengalami bentuk pelanggaran HAM dan tindakan tidak manusiawi lainnya seperti tempat tinggal yang tidak layak, pembatasan ruang gerak, perampasan kemerdekaan seseorang, tindakan penyiksaan, upah yang tidak layak, makanan yang tidak layak dan dihalanginya akses informasi dengan pihak luar.

"Kami menilai bahwa kejahatan ini tidak hanya dilakukan oleh Bupati Langkat, melainkan melibatkan banyak pihak baik yang dilakukan secara sengaja maupun dalam bentuk pembiaran," tegasnya.

Menurut dia, dugaan adanya tindakan penyiksaan yang dialami oleh para pekerja seperti dipukul hingga mengalami lebam dan luka, tentu saja mencederai norma konstitusi yang mengamanatkan bahwa hak untuk tidak disiksa sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam situasi dan kondisi apapun. Indonesia juga telah meratifikasi The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT) melalui UU No. 5 Tahun 1998.

"Kami melihat bahwa ruang tertutup seperti kerangkeng memang rawan terjadinya tindakan penyiksaan. Ditambah dengan temuan bahwa kondisi tempat tinggal tidak layak dan banyak perlakuan tidak manusiawi lainnya seperti pemotongan rambut secara paksa semakin membuktikan adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai UNCAT," katanya.
 
Dia menambahkan, gagalnya pembongkaran praktik perbudakan tersebut juga membuktikan lemahnya perlindungan negara terhadap hak asasi para pekerja di Kabupaten Langkat. Negara telah mengabaikan hak asasi warga Kabupaten Langkat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak," pungkasnya.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan