close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petani membentangkan poster bertuliskan Stop Impor Beras, saat aksi tunggal di area persawahan Desa Undaan, Kudus, Jawa Tengah (15/1). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/kye/18.
icon caption
Petani membentangkan poster bertuliskan Stop Impor Beras, saat aksi tunggal di area persawahan Desa Undaan, Kudus, Jawa Tengah (15/1). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/kye/18.
Nasional
Senin, 15 Januari 2018 18:05

Kontroversi beras, Bulog gantikan PPI impor

Ombudsman menemukan terdapat gejala maladministrasi dalam pengelolaan data stok dan rencana impor beras. 
swipe

Sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, kenaikan harga beras menjadi sorotan. Berbagai solusi untuk menekan harga beras dilakukan oleh pemerintah, mulai dari operasi pasar hingga impor. 

Opsi impor dibuka oleh Kementrian Perdagangan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018, setelah pelaksanaan operasi pasar dinilai gagal. Sebanyak 500.000 ton beras akan masuk Indonesia pada akhir Januari 2018. Semula, impor akan dilakukan terhadap beras khusus oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). 

Namun nyatanya, rencana impor beras menuai pro dan kontra. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan terdapat gejala maladministrasi dalam pengelolaan data stok dan rencana impor beras. 

Ombudsman juga menyarankan agar pemerintah mengambil beberapa langkah untuk mencegah terjadinya maladministrasi dan meluasnya ketidakpercayaan publik. Yakni, melakukan pengembalian tugas impor beras kepada Perum Bulog dan jika perlu diterapkan skema kontrak tunda (blanked contract). ORI juga menyarankan agar pemerintah melakukan pemerataan stok serta meningkatkan koordinasi dengan kepala daerah untuk mengatasi penahanan stok lokal secara berlebihan. 

Selain itu, perlu dilakukan penghentian pembangunan opini surplus dan kegiatan perayaan panen yang berlebihan. "Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap program cetak sawah, luas tambah tanah, benih subsidi, dan pemberantasan hama," ujar Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragi, seperti diwartakan Antara, Senin (15/1).

ORI juga mengimbau ditetapkannya tahapan pencapaian jumlah stok yang kredibel untuk menjaga psikologi pasar.

"Beri dukungan maksimum kepada BPS (Badan Pusat Statistik) untuk menyediakan data produksi dan stok yang lebih akurat dan efektifkan kembali fungsi koordinasi oleh Kemenko Perekonomian sehingga perbedaan antar-instansi tidak perlu menjadi perdebatan yang tidak produktif," katanya.

Saran tersebut diberikan setelah ORI melakukan upaya pemantauan di 31 provinsi pada 10-12 Januari 2018 terkait rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah pada awal 2018. Hal itu dianggap penting, mengingat kebijakan impor beras kerap kali menuai kontroversi dimana Menteri Pertanian menyatakan beras cukup bahkan surplus, tetapi Menteri Perdagangan menyatakan stok langka sehingga diperlukan impor.

"Dari peta keluhan pedagangan, stok beras pas-pasan, tidak merata, dan harga meningkat tajam sejak Desember. Menyikapi kenyataan tersebut Pemerintah telah mengambil kebijakan impor beras dan melakukan operasi pasar masif oleh Bulog sesuai jumlah stok yang tersedia. Namun, Ombudsman melihat ada gejala maladministrasi dalam situasi ini," ucapnya.

Penyampaian informasi stok beras kepada publik dinilai tidak akurat, mengabaikan prinsip kehati-hatian, dan menggunakan kewenangan untuk tujuan lain. Selain itu, pihaknya menilai terjadi penyalahgunaan kewenangan, prosedur tak patut atau pembiaran, dan konflik kepentingan.

BPS mencatat harga beras yang tinggi pada November-Desember 2017 memberikan kontribusi yang signifikan pada tingkat inflasi nasional di dua bulan terakhir 2017. Komoditas beras memberikan andil untuk inflasi nasional pada 2017, yaitu sebesar 0,16%. Sementara terhadap garis kemiskinan pada 2017, komoditas beras ini memiliki andil sebesar 18,8% di perkotaan dan di tingkat pedesaan sebesar 24,52%.

Bulog mengambilalih

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution akhirnya memutuskan bahwa impor beras yang semula dilakukan oleh PPI, akan dilakukan oleh Perum Bulog dalam bentuk beras umum. Keputusan tersebut sekaligus menghentikan rencana impor beras melalui pelaksanaan peraturan Menteri Perdagangan, kemudian pemerintah mengubahnya menjadi impor beras melalui Bulog berdasarkan Perpres 48/2016.

"Karena memang mandat untuk stabilisasi harga dan memperkuat cadangan beras pemerintah, dalam Peraturan Presiden 48/2016 adalah Bulog. Jelas tidak ada ditambahkan yang lain-lain," Darmin.

Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional menyatakan bahwa Bulog dapat melaksanakan impor untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras.

Dia mengatakan pelaksanaan impor tersebut harus segera dilaksanakan. Darmin meminta Bulog untuk segera bergerak sehingga impor bisa datang sesegera mungkin.

"Kami hanya akan memungkinkan mandat pada bulog untuk melakukan impor itu. Sebagai catatan, 500.000 ton beras bisa 20 kapal. Maka tidak mungkin sekaligus, atau bertahap sampai paling lambat pertengahan Februari 2018. Kalau harga belum bergerak turun, kami teruskan sampai akhir Februari," kata Darmin.

Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, mengatakan pihaknya akan melaksanakan proses impor secara baik dan benar, yaitu mulai dari proses administrasi awal hingga barang sampai.

"Kesempatan saya untuk mempercepat barang datang adalah di proses administrasi sekaligus negosiasi. Saya belum mempunyai hubungan dengan mereka secara khusus, namun Bulog berupaya mencapai target jumlah, waktu, dan kualitas harga seusai standar ukuran," ucap dia.

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan