Bidang kedokteran dan kesehatan (Biddokkes) Polda Banten menyatakan korban banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak, Banten mulai mengalami sulit tidur karena gangguan kejiwaan.
Tim dokter dari Biddokes Polda Banten Dr Eko Yunianto, mengatakan, berdasarkan pemeriksaan dan penanganan dari psikiater, mereka mengalami penyakit jiwa yang berimbas susah tidur.
Penyakit jiwa itu terjadi karena korban selalu memikirkan nasib setelah rumah rusak diterjang bencana banjir dan longsor, khususnya harus tinggal di mana dan harus ke mana setelah peristiwa itu terjadi.
"Teman-teman spisikiater yang menangani (korban banjir) menemukan penyakit jiwa susah tidur terjadi karena korban banyak pikiran," kata Eko saat menggelar bakti sosial bantuan pengobatan kesehatan bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) Banten di Desa Banjaririgasi, Kecamatan lebak Gedong, Lebak, Sabtu (18/1).
Untuk mengobati korban banjir yang mulai terkena penyakit jiwa, pemerintah perlu segera memberi kepastian tempat tinggal sementara para korban banjir. Ribuan korban masih mengungsi di posko pengungsian.
Selain itu, pengurus Papdi Banten Irfan Maulani mengatakan, pasien yang ditangani juga mengeluhkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), badan pegel-pegel hingga diare. Meski demikian pihaknya tetap menyiagakan ambulans untuk penanganan medis gawat darurat.
Sementara pemerintah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten melakukan verifikasi data korban banjir bandang dan longsor untuk mewujudkan data yang akurat dan valid terkait dengan masyarakat yang terdampak bencana alam itu.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Lebak Wawan Hermawan di Lebak, Jumat (17/1), mengatakan verifikasi data korban bencana untuk menyempurnakan data sebelumnya.
Data sebelumnya, terdapat 1.649 rumah yang mengalami kerusakan di enam kecamatan, antara lain Lebak Gedong, Cipanas, Sajira, Maja, Curugbitung, dan Cimarga.
Setelah verifikasi data itu, nantinya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan memberikan dana stimulan untuk rumah rusak berat Rp50 juta, rusak sedang Rp25 juta, dan rusak ringan Rp10 juta.
Oleh karena itu, pihaknya melakukan verifikasi data agar pelaksanaan program pascabencana tersebut sesuai dengan tingkat kerusakan rumah dan lokasi mereka. Misalnya, apakah mereka itu berada di kawasan proyek Bendungan Karian atau tidak masuk proyek tersebut. Selain itu, apakah rumah mereka bisa dihuni pascabencana alam itu.
Apabila mereka tidak menghuni tempat tinggalnya akibat hanyut atau rusak berat diterjang banjir bandang dan berada di kawasan proyek bendungan maka akan direlokasi dengan dibangun hunian tetap (huntap).
Namun, sebelum dilakukan pembangunan huntap maka mereka terlebih dahulu tinggal di lokasi hunian sementara (huntara). Pembangunan huntara itu, dilokasikan di Dodiklatpur Ciuyah, Kecamatan Sajira.
"Kami berharap verifikasi itu benar-benar tepat sasaran, karena penilaiannya melibatkan instansi terkait," katanya.
Masyarakat yang tidak tinggal di pembangunan huntara nantinya mereka akan menerima dana sewa rumah Rp500.000/bulan. Dana sewa rumah itu, sambil menunggu rampungnya pembangunan huntap.
Namun, pemerintah daerah belum menetapkan relokasi huntap karena harus melibatkan tim geologi agar lokasinya benar-benar terbebas dari ancaman longsor maupun banjir bandang.
"Kami akan merealisasikan pembangunan huntara itu setelah dilakukan data verifikasi itu," katanya.
Seorang warga Desa Banjar Irigasi. Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Amin, mengaku bingung setelah rumahnya rusak berat diterjang banjir bandang akibat luapan Sungai Ciberang.
Banjir bandang mengakibatkan semua perabotan rumah tangga dan rumahnya rusak berat dan tidak bisa dihuni dengan anggota keluarga.
"Kami menyambut baik jika pemerintah akan membantu warga korban banjir bandang dan longsor," katanya. (Ant)