Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kasus Amaq Sinta alias MA, warga Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan. MA, pria berusia 32 tahun itu merupakan korban begal, namun diseret secara hukum karena aksinya membunuh pelaku begal sebagai perbuatan menghilangkan nyawa orang lain.
Diketahui, MA melawan empat orang pelaku begal di jalan Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur pada Minggu (10/4) malam. Saa itu, ia mengantarkan makanan buat ibunya di Lombok Timur. Dua dari empat pelaku begal tewas di tangannya.
Polda NTB sebelumnya menyatakan, meski membela diri, namun alasan MA itu hakim lah yang menentukan nantinya.
Menurut Reza, untuk menakar kebenaran klaim pelaku membela diri, hakim dapat memeriksanya melalui beberapa parameter. Kata dia, semakin banyak unsur-unsur parameter yang terpenuhi, semakin diterima pula klaim pembelaan diri tersebut oleh hakim.
Parameter pertama, jika aksi pembunuhan dipicu oleh pihak eksternal, maka hal itu terpenuhi. Kedua, tidak ada jeda yang memungkinkan pelaku mengendalikan diri, meredakan emosi, dan menimbang-nimbang perbuatan yang akan ia lakukan, hal itu juga terpenuhi.
"(Parameter ketiga) Perbuatan setara dengan provokasi yang ia terima, cek pembegalannya seperti apa? Apakah juga bisa membuat target kehilangan nyawa? Apa motif korban begal membawa sajam? Seberapa jauh sajam yang dibawanya berpengaruh terhadap perilaku agresif pelaku?," kata Reza kepada Alinea.id, Jumat (15/4).
Reza menegaskan, kalau ketiganya terpenuhi, maka hitung-hitungan di atas kertas, klaim pembelaan diri akan diterima hakim.
"Dengan kata lain, pelaku (orang yang dibegal) pada dasarnya memang bersalah karena membunuh orang. Tapi hukum kita mengenal alasan pembenar dan alasan pemaaf. Nah, siapa tahu hakim nantinya akan memaklumi alasan-alasan itu," jelas dia.
Menurut Reza, kasus MA sebenarnya mirip dengan kasus yang dialami M Irfan (19) dan Ahmad Rofik (19) pada 2018 lalu. Kala itu, Irfan dan Rofik dibegal di Jembatan Summarecon Bekasi.
Seperti kasus MA, Irfan terpaksa menghabisi nyawa pelaku begal untuk membela diri. Awalnya Irfan berstatus tersangka, namun kemudian akhirnya dibebaskan. Ia juga diberi penghargaan oleh Kapolres Metro Bekasi kala itu.
"Sekitar empat tahun lalu Kapolres Metro Bekasi Kota malah pernah kasih penghargaan kepada warga yang berhasil melumpuhkan begal. Jadi, benar kata buku, tempo-tempo otoritas penegakan hukum cukup mafhum bahwa vigilantisme patut didukung," pungkas Reza.