Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan (Tanduk) melakukan advokasi terhadap keluarga korban gagal ginjal akut dengan mengajukan gugatan perwakilan (class action). Gugatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 711/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Awan Puryadi selaku kuasa hukum kelompok keluarga korban gagal ginjal akut mengungkapkan, selain mengajukan gugatan perwakilan, tim juga melakukan investigasi lapangan.
Hasil investigasi menemukan, ada dampak lanjutan dari korban gagal ginjal akut yang saat ini masih menjalani perawatan, baik di rumah sakit maupun rawat jalan.
Sebagaimana diketahui, kasus gagal ginjal akut yang merebak di Indonesia dan dialami oleh ratusan anak ini disinyalir karena konsumsi obat sirup yang mengandung cemaran senyawa kimia etilen glikol dan dietilen glikol.
"Tim menemukan fakta, bahwa dampak dari keracunan obat sirup mengakibatkan kerusakan organ tubuh lain dari para korban. Termasuk organ-organ dalam seperti hati, jantung, paru, malfungsi pancaindera, serta kerusakan syaraf permanen," kata Awan dalam keterangan pers di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (30/11).
Disampaikan Awan, dampak lanjutan tersebut mengharuskan korban menjalani proses perawatan yang panjang. Bahkan, ada beberapa korban yang mengalami dampak permanen.
Awan menilai, melihat kondisi ini sudah semestinya pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), untuk bertanggungjawab penuh.
Di antaranya dengan mengawal dan menanggung seluruh proses perawatan korban gagal ginjal akut, termasuk perawatan kerusakan organ lainnya maupun dampak jangka panjang secara berkelanjutan.
"Mendesak Kementerian Kesehatan untuk menunjukkan komitmen dalam bentuk menjamin perawatan jangka panjang. Termasuk biaya, perawatan, serta berbagai kemudahan akses maupun administrasi untuk perawatan dan demi kepentingan terbaik korban," ujar Awan.
Dengan adanya dampak lanjutan tersebut, imbuh Awan, pihaknya menilai klaim pemerintah yang menyatakan kasus gagal ginjal akut telah selesai dan korban hanya butuh proses pemulihan, adalah pernyataan yang tidak tepat.
Dalam beberapa pekan terakhir, tercatat tidak ada penambahan kasus baru atau zero case dari gagal ginjal akut. Namun, ujar Awan, kondisi di lapangan menunjukkan masih ada pasien yang masih dirawat maupun melakukan rawat jalan.
"Yang sedang dirawat, baik itu yang di rumah sakit maupun rawat jalan, itu kasusnya blm selesai," tuturnya.
Menurut Awan, langkah pemerintah untuk menyimpulkan gagal ginjal akut sudah selesai sehingga ditutup kasusnya secara nasional, adalah tindakan yang tidak berpihak pada korban.
Faktanya, kondisi korban yang saat ini masih dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan maupun dirawat jalan belum menunjukkan kesembuhan. Sebab, berdasarkan investigasi yang dilakukan, kondisi korban masih sangat buruk dan membutuhkan jaminan perawatan jangka panjang oleh pemerintah.
Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah melalui Kemenkes untuk mengawal perawatan lanjutan dari korban-korban yang mengalami dampak ikutan.
"Ini harus dikawal betul-betul. Kami akan tetap mendesak supaya (dinyatakan) KLB (kejadian luar biasa). Walaupun kasusnya sudah zero case, tetapi dampaknya sepanjang ini," tukas Awan.