Korban meninggal akibat bencana alam yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, telah mencapai 1.234 jiwa. Para korban merupakan jenazah yang sudah teridentifikasi dan berasal dari Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Parigi Moutong.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sebagian korban sudah dimakamkan pada Senin (1/10) lalu dan sebagian lagi dimakamkan hari ini.
Menurut data BNPB, sebanyak 799 korban luka berat sedang dirawat di rumah sakit, 99 korban hilang, dan 152 korban tertimbun. Namun jumlah korban tertimbun di Kabupaten Sigi dan Balaroa, Kota Palu, belum dapat diperkirakan karena masih dalam proses pendataan
Sebanyak 61.867 pengungsi tersebar di 109 titik dengan variasi jumlah pengungsi di setiap titik pengungsian. Satu titik pengungsian dapat menampung antara 13 hingga 10.068 orang. Tetapi penanganan pengungsi belum terlayani dengan baik. Dikarenakan keterbatasan di daerah bencana seperti logistik, BBM, hinggal hal-hal mendasar seperti tenda, selimut, air bersih, dan sanitasi.
"Memang perlu waktu untuk melakukan penanganan-penanganan tersebut karena supply-demand logistik yang berada di daerah bencana memang mengalami gangguan," jelas Sutopo dalam jumpa pers tentang penanganan gempa dan tsunami Sulawesi Tengah yang bertempat di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (2/10).
Sementara Pemerintah menanggung biaya rekonstruksi di sejumlah daerah yang terdampak gempa di Sulawesi Tengah.
"Yang membedakan dengan gempa dan tsunami Lombok, di sana banyak material rumah yang bisa dipakai sehingga masyarakat bisa membangun sendiri, sedangkan di sini tsunami dan likuifaksi sudah hancur sehingga rekonstruksinya akan dikerjakan pemerintah," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono seusai menghadiri rapat terbatas mengenai Penanganan Dampak Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.
Likuifaksi atau lumpur dari bawah tanah dan menghanyutkan bangunan, fenomena itu membuat tanah bergerak yang mengakibatkan bangunan dan pohon terseret. Likuifaksi terjadi di beberapa daerah seperti di Kelurahan Petobo Kota Palu, jalan Dewi Sartika Palu Selatan dan Desa Sidera, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten
Tim PUPR sendiri dapat masuk ke Donggala dan Sigi untuk membantu para korban di sana pada hari ini. "Selanjutnya adalah membantu evakuasi korban bencana dengan mobilisasi 10 unit eskavator," tambah Basuki.
Kesepuluh unit eskavator itu terdiri dari enam unit di Petabo dan 4 unit di Balaroa termasuk satu eskavator dengan "stone breaker", satu unit "loader" di Balaora, empat unit "dump truk" dua unit di Petabo dan dua unit di Balaroa. Selain itu masih ada tambahan dua eskavator dari Makassar.
"Penyediaan sarana prasarana air bersih dan sanitasi karena listrik mati, PDAM mati, sumur bor tidak ada pompanya, jadi air dampaknya sulit. Kami mengutamakan ketersediaan air," ungkap Basuki.
Distribusi air bersih itu melalui dua mobil tangki, 15 unit hidran kapasitas 2.000 liter dan tiga unit "dump truk" serta mulai dipaang 15 unit WC "knock down" yang sudah terpasang.
Sedangkan sarana prasarana lain masih akan dikirim dari Makasar, Surabaya dan Bekasi yaitu mobil tangki air, 25 unit hidran 2000 liter, 45 WC knock down, 34 tenda darurat, lima unit dump truck, tiga unit mobil IPA dan empat unit mobil tinja, tiga unit genset.
"Selanjutnya kami juga akan melakukan pembersihan kota dari puing-puing bangunan tsunami," tambah Basuki.
Kementerian PUPR melakukan mobilisasi 3 unit eskavator, 5 "loader", 4 "dump truck", 1 "grader" termasuk di ruas Palu-Donggala.
Pembersihan itu ditargetkan paling lambat berlangsung selama 2 pekan hingga Oktober 2018. Selanjutnya konektivitas juga sudah terhubung sehingga Palu bisa diakses dari Gorontalo, Mamuju dan Poso.
"Bedanya bencana Aceh, Lombok dan Palu, di Palu ada gempa tsunami dan likuifaksi, perumnas Balaroa itu karena likuifaksi dan Petobo itu besar sekali air keluar dari perbukitan, Balaroa menjadi tenggelam yang karena likuifaksi. Kemarin ada empat alat (berat) masuk (ke perumnas Balaroa) dan mendapati 32 (jenazah), di sana ada 1.332 rumah," jelas Basuki.
Tipe gempa yang terjadi di Palu juga berbeda dengan yang terjadi di Lombok beberapa bulan lalu.
"Desain kotanya beda dengan Lombok, di Lombok kerusakan menyebar, tapi kalau ini ada di Pantai Talise menuju ke Kebon Kopi yang banyak pemukiman, kemudian pantai Kebon Kopi, Balaroa dan hotel-hotel jadi di titik-titik tertenu, kami rencanakan dua minggu setelah ini puing-puing kita kumpulkan di satu tempat dan kita bakar untuk menghindari kesan tsunami yang membuat trauma," tambah Basuki. (ant)