Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras di lingkungan Kementerian Sosial (Kemensos) pada 2020. Diduga ada penyaluran bansos beras yang bersifat fiktif atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menduga, ada manipulasi laporan pendistribusian bansos yang jadi modus dalam perkara ini.
"Sebenarnya modusnya sering kali terjadi, seolah-olah sudah didistribusikan tapi kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu, sehingga menyusun laporan yang seolah-olah sudah 100%," kata Ali kepada wartawan, dikutip Selasa (28/3).
Ketidaksesuaian data laporan distribusi dengan fakta di lapangan itu diduga terjadi di beberapa daerah. Namun, hal ini masih akan ditelusuri lebih lanjut oleh tim penyidik.
"Sehingga kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara," ujarnya.
Pada perkara ini, KPK telah mengantongi identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya adalah mantan Dirut PT Transjakarta (Perseroda) Kuncoro Wibowo.
KPK juga mengajukan permohonan cegah ke luar negeri terhadap enam orang, termasuk Kuncoro, kepada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Pencegahan itu berlaku selama enam bulan hingga Agustus 2023.
"Kalau kemudian teman-teman membaca pemberitaan ada satu nama yang sudah beredar bahwa dia tersangka, kami konfirmasi itu betul. Satu di antaranya," terang Ali kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/3).
Perkara ini diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Dugaan kerugian keuangan negara dalam penyidikan kasus korupsi penyaluran bansos beras Program Keluarga Harapan (PKH) ini terkait Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
KPK turut menyesalkan dikorupsinya bansos oleh para koruptor. Pasalnya, ini menjadi ironi sebab seharusnya pelaksanaan bansos diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu yang membutuhkan bantuan.