Penyidik kepolisian telah memeriksa seluruh kepada desa dan bendahara desa se-Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, dalam kasus dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2015 yang diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp786 juta.
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhart mengatakan, penyidik telah mengantongi bukti permulaan yang cukup sehingga beralasan secara hukum menetapkan mantan Penjabat (Pj) Bupati Buton Tengah MA sebagai tersangka.
Selain menetapkan MA sebagai tersangka, penyidik juga meminta pertanggungjawaban hukum pihak swasta berinisial YA dalam kapasitas sebagai pelaksana kegiatan dan pengadaan software.
"Pengusutan dugaan perbuatan melawan hukum yang berimpilikasi merugikan keuangan negara sudah berlangsung cukup lama karena penyidik Polres Bau-bau dituntut mengumpulkan bukti valid," kata Harry di Kendari, Rabu (21/8) malam.
Perkara yang disidik reserse Polres Baubau telah memeriksa 136 orang saksi, terdiri dari 67 kepala desa, 67 bendahara desa, pihak swasta, serta pejabat tingkat Kabupaten Buton Tengah.
Oleh karena itu, penyidik kepolisian mengharapkan MA sebagai tersangka kooperatif dalam menjalani proses hukum yang sedang bergulir.
Adapun dugaan kerugian negara berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dituduhkan kepada tersangka yang berlatar belakang ASN senior sekitar Rp786 juta dari anggaran Rp1,07 miliar.
Sebelum meningkatkan penanganan perkara dugaan penyelewengan keuangan negara ke tingkat penyidikan, polisi melakukan gelar perkara di Mapolda Sultra awal Juli 2019 untuk memastikan akurasi alat bukti, termasuk penghitungan kerugian negara dari BPK.
Saat tersangka menjabat Bupati Buton Tengah mengusulkan kegiatan bimbingan teknik dan pengadaan software untuk 67 desa dengan alokasi anggaran Rp82 juta per desa.
Pencairan anggaran kegiatan senilai Rp1,07 miliar direalisasikan dua tahap, yakni tahap I Rp32 juta dan tahap II Rp50 juta per desa.
Perbuatan melawan hukum dari kegiatan tersebut berawal dari alokasi anggaran kegiatan bimbingan teknik dan pengadaan software tanpa melalui pembahasan tingkat desa atau musyawarah rencana pembangunan desa.
Tersangka MA dan YA dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipidkor juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara. (Ant)