Kasus korupsi di perguruan tinggi negeri (PTN), khususnya penerimaan mahasiswa baru (baru) jalur mandiri, kembali terbongkar. Setelah suap di Universitas Lampung (Unila), kini giliran dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) di Universitas Udayana (Unud) Bali yang diusut.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyampaikan, adanya kedua kasus tersebut menunjukkan penerimaan maba PTN jalur mandiri rawan menjadi bancakan. Utamanya jual beli kuota maba.
"Jalur madiri ini memang rawan 'jual beli bangku'. Semua pihak mendesak [jalur mandiri] untuk dihapus, tapi entah kenapa [dipertahankan]. Mungkin karena ada uang di balik bangku jalur mandiri," ucap Koordinator Nasional (Koornas) JPPI, Ubaid Matraji, kepada Alinea.id, Kamis (30/3).
Menurutnya, jalur mandiri ini muncul setelah status PTN menjadi badan hukum (BH) seiring terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Lalu, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2014.
"[Akar masalah korupsi penerimaan maba PTN] yaitu 'racun PTN BH' sehingga melegalkan komersialisasi kampus," katanya.
Di sisi lain, JPPI mendukung langkah kejaksaan dalam mengusut kasus dugaan korupsi dana SPI maba Unud jalur mandiri 2018-2022. Pun mendorong kasus ini menjadi prioritas "Korps Adhyaksa".
"[Penanganan kasus korupsi dana SPI Unud] harus prioritas dan akar masalahnya diurai, lalu harus ada perubahan kebijakan supaya tidak kembali terulang," ujarnya.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi dana SPI Unud. Mereka adalah Rektor Unud, I Nyoman Gde Antara, dan tiga staf rektorat: I Ketut Budiartawan, I Made Yusnantara, dan Nyoman Putra Sastra.
Antara disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dia terancam hukuman 20 tahun penjara.
Meskipun belum ditahan, Antara telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri selama 6 bulan per 28 Maret 2023. Pencekalan juga dikenakan kepada bekas Rektor Unud, AA Raka Sudewi, yang masih berstatus saksi.
Akibat perbuatan para tersangka, kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp109,33 miliar. Kemudian, merugikan perekonomian negara Rp334,75 miliar.
Di sisi lain, Kejati Bali tengah mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kejaksaan lantas menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusutnya.
JPPI mendukung langkah itu. Bagi Ubaid, "Ya, harus. Itu sesuai prosedur hukum, harus ditegakkan."