close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pesawat Garuda Indonesia tipe Boeing 737 Max 8 terparkir di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Foto Reuters/Willy Kurniawan.
icon caption
Pesawat Garuda Indonesia tipe Boeing 737 Max 8 terparkir di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Foto Reuters/Willy Kurniawan.
Nasional
Rabu, 22 Juni 2022 12:19

Kejaksaan limpahkan berkas perkara korupsi Garuda yang rugikan negara Rp8,8 triliun

Hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan kerugian negara capai Rp8,8 triliun.
swipe

Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melaksanakan Serah Terima Tanggung Jawab Tersangka dan Barang Bukti atau tahap II. Proses ini atas tiga berkas perkara tersangka dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tahun 2011-2021.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Supardi mengatakan, kerugian negara dalam perkara ini sudah ditemukan. Hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan jumlahnya Rp8,8 triliun.

"Kerugian negara sudah ditemukan dari perhitungan BPKP," kata Supardi kepada Alinea.id, Rabu (22/6).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, penyerahan tahap II dilakukan kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang dilaksanakan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Adapun tiga berkas perkara, masing-masing atas nama tersangka AW, tersangka SA, dan tersangka AB.

"Pelaksanaan tahap II tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011 di mana diketahui dalam rangkaian proses pengadaan pesawat CRJ-1000 tersebut baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.," kata Ketut dalam keterangan, Selasa (21/6).

Menurutnya, dalam tahapan perencanaan yang dilakukan tersangka SA, tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi board of directors (BOD) dan persetujuan BOD. Sementara  dalam tahap pengadaan pesawat evaluasi, dilakukan mendahului rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) dan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) serta tidak sesuai dengan konsep bisnis “full service airline” PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.

ES selaku Direktur Utama, H selaku Direktur Teknik, tersangka AW, tersangka AB, dan tersangka SA bersama tim perseoran atau tim pengadaan dinilai melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten dalam penetapan kriteria, dan tidak akuntabel dalam penetapan pemenang. Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.

"Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar US$609,8 juta," ujar Ketut.

Tersangka AW dan AB dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Penahanan selama 20 hari terhitung sejak 21 Juni 2022 sampai 10 Juli 2022.

Sementara tersangka SA dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Penahanan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 21 Juni 2022 sampai tanggal 10 Juli 2022.

"Setelah serah terima tanggung jawab dan barang bukti di atas, tim Jaksa Penuntut Umum segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan ketiga berkas perkara tersebut di atas ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ucap Ketut.

Perbuatan tersangka sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan primair Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Subsidernya Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan