Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua tersangka kasus dugaan korups pengadaan perangkat transportasi informasi terintegritas di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun anggaran 2016. Demikian kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto, dalam jumpa pers, Selasa (1/12).
Para tersangka adalah Leni Marlena (LM) yang saat perkara terjadi menjabat sebagai Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Juli Amar Ma'ruf (JAM) berstatus anggota ULP Bakamla tahun anggaran 2016. Karyoto mengatakan, keduanya ditahan selama 20 hari terhitung sejak 1 Desember 2020.
"Tersangka LM ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Jakarta Timur cabang KPK, yang beralamat di Jalan Kuningan Persada Kav-4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan. Tersangka JAM ditahan di Rutan Klas I Jakarta Timur cabang KPK, yang beralamat di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan," ujarnya.
Pada perkaranya, Karyoto menjelaskan diawali dari operasi tangkap tangan pada 14 Desember 2016. Saat itu, KPK menangkap Eko Susilo Hadi selaku Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla, Fahmi Darmawansyah sebagai Direktur PT Merial Esa, dan dua pihak swasta Hardy Stefanus serta Muhammad Adami Okta.
"Saat ini, keempatnya sudah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi," ucapnya. Pengembangan kasus ini menjadikan PT Merial Esa sebagai korporasi tersangka korupsi dalam suap pengadaan satelit dan drone Bakamla.
Rekonstruksi kasus, pada 2016 ada usulan anggaran pengadaan backbone coastal surveillance system (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp400 miliar. Mulanya, anggaran untuk usulan itu tidak bisa digunakan.
Namun, ULP Bakamla tetap memulai proses lelang tanpa persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan. Selanjutnya 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan lelang pengadaan BCSS yang terintegrasi BIIS dengan pagu anggaran Rp400 miliar dan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) Rp399,8 miliar.
Satu bulan berselang, PT CMI Teknologi (CMIT) ditetapkan sebagai pemenang lelang. Lalu, Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kemenkeu. Meski nilai anggaran sudah berkurang dari HPS, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. Akan tetapi, malah bernegosiasi dalam bentuk design review meeting (DRM) dengan PT CMIT.
Selanjutnya 18 Oktober 2016, kontak ditandatangani Bambang Udoyo yang kala itu sebagai pejabat pembuat komitmen dan Direktur Utama PT CMIT, Rahardjo Pratjihno. Nilai kontrak mencapai Rp170,57 miliar yang duitnya bersumber dari APBN-P 2016.
Perbuatan para tersangka membuat negara merugi Rp63.829.008.006,92. Karenanya, Leni dan Juli disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juntco Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Rahardjo telah divonis bersalah dan dihukum lima tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Namun, yang bersangkutan kedapatan banding. Sedangkan Bambang, ditangani oleh POM AL lantaran saat kasus terjadi masih menjadi anggota aktif TNI AL.