Korea Utara melakukan uji coba menembakkan dua rudal balistik jarak pendek dalam unjuk kekuatan lainnya pada Selasa (14/3), sehari setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan memulai latihan militer yang dipandang Pyongyang sebagai latihan invasi.
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan dalam sebuah pernyataan menyebutkan, rudal yang diluncurkan dari kota pesisir barat daya Jangyon, terbang melintasi Korea Utara sebelum mendarat di laut lepas pantai timur negara itu. Dikatakan kedua rudal menempuh jarak sekitar 620 kilometer (385 mil).
Jarak penerbangan yang dilaporkan menunjukkan rudal menargetkan Korea Selatan, yang menampung sekitar 28.000 tentara AS. Militer Korea Selatan menyebut peluncuran itu sebagai "provokasi besar" yang merusak stabilitas di Semenanjung Korea.
Komando Indo-Pasifik AS mengatakan, peluncuran pada Selasa, tidak menimbulkan ancaman langsung bagi sekutunya. Namun dikatakan bahwa uji coba Korea Utara baru-baru ini menyoroti "dampak destabilisasi" dari program senjata Korea Utara yang melanggar hukum, dan komitmen keamanan AS untuk melindungi kepentingan AS di Korea Selatan dan Jepang."
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan kepada wartawan, bahwa para pejabat masih mengumpulkan rincian peluncuran Korea Utara dan tidak ada laporan kerusakan di perairan Jepang.
Pyongyang selanjutnya dapat meningkatkan uji senjatanya selama beberapa hari mendatang sebagai tanggapan terhadap latihan militer sekutu, yang direncanakan berlangsung hingga 23 Maret. Pekan lalu, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memerintahkan pasukannya untuk bersiap, untuk mengusir apa yang dia sebut "gerakan persiapan perang" oleh saingan negaranya.
Kekhawatiran tentang program nuklir Korea Utara meningkat tajam setelah Korea Utara menguji coba lebih dari 70 rudal pada 2022, banyak di antaranya adalah senjata berkemampuan nuklir, dan secara terbuka mengancam akan menggunakannya dalam potensi konflik dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Korea Utara tampaknya menggunakan pembicaraan yang telah lama terhenti dengan Washington dan perluasan latihan AS-Korea Selatan, sebagai kesempatan untuk memperbesar persenjataannya guna meningkatkan pengaruhnya dalam urusan masa depan dengan Amerika Serikat.
Ancaman Korea Utara, seiring dengan meningkatnya ketegasan China, telah mendorong AS untuk berusaha memperkuat aliansinya dengan Korea Selatan dan Jepang. Tetapi beberapa ahli mengatakan kerja sama Washington-Seoul-Tokyo yang solid dapat mendorong Pyongyang, Beijing, dan Moskow untuk memperkuat hubungan trilateral mereka sendiri.
China dan Rusia, yang terlibat dalam konfrontasi terpisah dengan AS, telah berulang kali memblokir upaya AS dan sekutunya untuk memperketat sanksi PBB terhadap Korea Utara.
Peluncuran pada Selasa adalah uji senjata kedua Korea Utara minggu ini. Pada Senin (13/3), Korea Utara mengatakan telah melakukan uji coba menembakkan dua rudal jelajah dari kapal selam pada hari sebelumnya. Ini menyiratkan bahwa rudal jelajah sedang dikembangkan untuk membawa hulu ledak nuklir, meskipun para ahli dari luar memperdebatkan apakah Pyongyang memiliki rudal bersenjata nuklir yang berfungsi.
Sistem rudal yang diluncurkan kapal selam lebih sulit untuk dideteksi dan akan memberikan kemampuan serangan balasan kedua Korea Utara. Tetapi para ahli mengatakan itu akan memakan waktu bertahun-tahun, serta membutuhkan sumber daya yang luas dan peningkatan teknologi besar bagi negara yang terkena sanksi berat, untuk membangun armada kapal selam yang dapat melakukan perjalanan dengan tenang dan andal melakukan serangan.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, pada Senin bahwa Korea Utara telah menyempurnakan kemampuan peluncuran kapal selamnya, sejak tes pertamanya pada 2016, dan Amerika Serikat sedang mempelajari peluncuran Minggu (12/3) untuk menilai kemampuan Korea Utara.
“Tetapi tentu saja, kami tidak akan membiarkan langkah apa pun yang diambil Korea Utara menghalangi kami atau membatasi kami dari tindakan yang kami rasa perlu untuk menjaga stabilitas di Semenanjung Korea,” kata Sullivan.
Latihan bersama AS-Korea Selatan yang dimulai Senin mencakup simulasi komputer yang melibatkan agresi Korea Utara dan skenario keamanan lainnya serta latihan lapangan. Latihan lapangan akan kembali ke skala latihan musim semi terbesar sekutu yang terakhir diadakan pada 2018.
Kedua negara telah memperluas latihan mereka karena ancaman nuklir Korea Utara telah meningkat.
Latihan AS-Korea Selatan akan berjalan normal, terlepas dari apakah "Korea Utara mencoba mengganggu mereka dengan provokasi seperti peluncuran rudal," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan Jeon Ha Gyu, Selasa. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pada Senin, bahwa Amerika Serikat telah menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki niat bermusuhan terhadap Korea Utara dan bahwa latihan jangka panjang sekutu tersebut "murni bersifat defensif".
Mengadakan pembicaraan telepon untuk hari kedua berturut-turut untuk membahas peluncuran Korea Utara, kepala utusan nuklir Korea Selatan dan AS menekankan pada Selasa bahwa Korea Utara akan menghadapi "konsekuensi yang jelas" atas tindakannya, tanpa merinci apa yang akan terjadi. Mereka mengatakan sekutu akan mempertahankan "kesiapan kuat" untuk menanggapi segala jenis provokasi Korea Utara, menurut Kementerian Luar Negeri Seoul.
Akhir pekan ini, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akan mengunjungi Tokyo untuk pertemuan puncak dengan Kishida, di mana ancaman Korea Utara diharapkan menjadi topik utama. Urgensi bersama atas keamanan mendorong Seoul dan Tokyo lebih dekat setelah perselisihan bertahun-tahun yang berasal dari pemerintahan kolonial Jepang di Semenanjung Korea sebelum akhir Perang Dunia II.