Sebanyak 8 dari total 14 PT Perkebunan Nusantara (PTPN) terlibat dalam 21 konflik agraria di berbagai daerah pada 2022. Jumlah ini menunjukkan peningkatan, terutama selama periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widoodo (Jokowi).
Berdasarkan data konflik agraria yang diolah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam 8 tahun terakhir, terjadi 154 konflik agraria disertai kekerasan. Sementara itu, laporan Tim Reforma Agraria Kantor Staf Presiden (KSP) menyebutkan, terdapat 223 kasus pertanahan yang melibatkan PTPN yang masuk sebagai pengaduan masyarakat.
"Angka ini sangat memprihatinkan mengingat hanya terdapat 14 perusahaan PTPN di negara kita, namun menyumbang konflik agraria yang besar dan luas," tulis KPA dalam keterangan tertulis, Senin (9/1).
"Lebih memprihatinkan lagi, penyelesaian konflik agraria di wilayah PTPN minus terobosan penyelesaian. Bahkan, terkait dengan penanganan konflik, hak asasi manusia (HAM), administrasi, hingga transparansi dan penanganan korupsi, lembaga seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, dan KPK mengeluarkan catatan buruk kepada PTPN," imbuhnya.
Sepanjang 2022, KPA mencatat terjadi 212 konflik agraria di 459 desa dan kota pada 33 provinsi se-Indonesia. Konflik melibatkan 1.035.613 hektare (ha) dan 346.402 kepala keluarga (KK).
Menurut KPA, konflik agraria yang terjadi pada 2022 memperlihatkan represivitas operasi PTPN dalam menangani konflik sehingga menimbulkan korban di lapangan. Setidaknya 15 orang, sebanyak 8 di antaranya perempuan, menjadi korban penganiayaan, lalu 28 orang mengalami kriminalisasi, dan 1 orang tewas akibat konflik agraria dengan perusahaan perkebunan negara.
"Besarnya angka konflik agraria, kriminalisasi, penggusuran, penganiayaan, hingga korban tewas tersebut terus terjadi karena pihak perkebunan PTPN sendiri seolah kebal hukum atas sejumlah peristiwa tersebut. Dalih utama yang sering dipakai oleh pihak perkebunan dalam melakukan tindakan represif tersebut adalah penyelamatan aset negara," tuturnya.
Diskriminasi hukum pertanahan dan hukum perkebunan kepada perusahaan perkebunan negara pun membuat PTPN tak tersentuh hukum. Dicontohkan dengan peraturan terkait penelantaran tanah dikecualikan kepada perusahaan perkebunan negara.
"Sementara, jika pada perusahaan perkebunan berlaku ketentuan bahwa setiap perusahaan perkebunan (swasta, red) adalah perusahaan yang memiliki hak guna usaha (HGU) dan izin usaha perkebunan. Maka, perkebunan negara dapat menggunakan dalih menyelamatkan aset negara untuk melakukan sejumlah klaim tanah tanpa dasar yang kuat," tandas KPA.