close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati dalam konferensi pers Tim Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6). (Dok: YouTube/Humas Komnas HAM RI)
icon caption
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati dalam konferensi pers Tim Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6). (Dok: YouTube/Humas Komnas HAM RI)
Nasional
Jumat, 24 Juni 2022 16:16

KPAI: Di lembaga perlindungan pun anak rentan jadi korban penyiksaan

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, upaya pemantauan dan advokasi pencegahan terjadinya penyiksaan anak tidak mudah.
swipe

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan upaya-upaya perlindungan untuk mencegah terjadinya penyiksaan pada anak. Ini terkait dengan dorongan kepada pemerintah untuk segera meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) sebagai mekanisme pencegahan penyiksaan.

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, upaya pemantauan dan advokasi pencegahan terjadinya penyiksaan anak menjadi hal yang tidak mudah. Ini karena anak lebih rentan untuk menjadi korban penyiksaan.

"Ini jadi hal yang tidak mudah. Orang dewasa saja masih bisa mengalami, apalagi anak dengan kerentanan yang lebih tinggi," kata Rita dalam konferensi pers Tim Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6).

Rita menambahkan, sesuai mandat Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), penting untuk melakukan pencegahan penyiksaan kekerasan seksual pada anak khususnya anak perempuan. Ini terkait dengan kerentanan untuk anak menjadi korban berulang saat menjalani proses hukum atau rehabilitasi.

Salah satu kasus penyiksaan kekerasan seksual terhadap anak, kata Rita, yaitu kasus pemerkosaan yang menimpa seorang anak perempuan berinisial N (14) di Lampung Timur. N yang oleh kedua orang tuanya dititipkan di rumah aman P2TP2A karena menjadi korban perkosaan, justru kembali menjadi korban perkosaan yang dilakukan Kepala P2TP2A.

"Di lembaga yang seharusnya anak-anak terlindungi, tapi justru mendapatkan penyiksaan. Ini menjadi bagian yang tidak mudah dengan kerentanan anak yang berlipat itu," terang Rita.

Rita menyebut, pihaknya telah melakukan pemantauan di sejumlah lembaga yang menangani anak, seperti Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), rumah-rumah detensi, termasuk lembaga kepolisian.

"Kerentanan anak sangat tinggi termasuk di LPKA, rumah-rumah detensi, juga di kepolisian karena ada penahanan, penyidikan dan penyelidikan," ujarnya.

Rita menyoroti kasus penyiksaan anak di lembaga kepolisian, salah satunya terkait penangkapan dan penahanan terhadap anak pada kasus-kasus demo. Pihaknya mendorong pimpinan kepolisian untuk membuat aturan dan prosedur yang dapat mencegah terjadinya penyiksaan anak di lingkungan kepolisian.

"Kita mendorong Kapolri untuk membuat SOP, membuat aturan yang menghargai hak dan martabat kemanusiaan anak. Aturan ini juga sekaligus sebagai edukasi kepada para aparat penegak hukum," jelas Rita.

Selain itu, upaya advokasi juga dilakukan di lembaga kesejahteraan sosial yang menangani anak untuk mencegah pemasungan atau penyiksaan berulang karena anak-anak cenderung tidak bisa melakukan penolakan.

KPAI bersama Komnas Perempuan, Komnas HAM, Ombudsman RI, LPSK, dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang tergabung dalam Tim KuPP, mendorong terwujudnya mekanisme pencegahan penyiksaan melalui ratifikasi OPCAT.

Ini dilakukan sebagai upaya untuk menghentikan segala bentuk penyiksaan, sekaligus menjadi pedoman untuk mencegah munculnya kasus-kasus penyiksaan di lembaga-lembaga negara.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan