KPAI prihatin terhadap kasus kejahatan cyber yang menimpa anak-akan usia 9-11 tahun dari aktivitas menggunakan game online. Hal ini memungkinkan pelaku dapat mengakses nomor handphone atau nomor WhatsApp korban.
“Di sinilah anak sangat perlu didampingi orang tua dalam berkomunikasi dengan orang asing di dunia maya. Anak-anak harus dibekali pengetahuan ketika menggunakan internet, media sosial, termasuk aplikasi game online,” ucap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Rabu (1/12).
Kekerasan seksual tersebut terjadi karena anak adalah pihak yang tidak berdaya. Anak-anak rentan menjadi korban manipulasi oleh iming-iming pelaku, dan masih membutuhkan orang dewasa untuk mengarahkan dan mengambil keputusan.
“Dalam kasus ini iming-iming pelaku kepada anak korban adalah memberikan 500-600 diamond yang nilainya hanya sekitar Rp100.000 jika korban bersedia di foto telanjang. Diamond adalah alat transaksi dalam game untuk meningkatkan performa permainan,” tuturnya.
Korban sempat menolak ketika diminta berfoto telanjang. Namun, pelaku mengancam akan menghilangkan akun game Free Fire korban, sehingga korban tidak akan bisa bermain lagi.
“Ini adalah modus pelaku, jika tidak bisa dibujuk, maka anak-anak usia 12 tahun ke bawah biasanya akan diancam, karena korban tidak menceritakan ancaman itu kepada orang dewasa di rumahnya, maka ancaman itu pun berhasil dijadikan alat bagi pelaku. Di sinilah pentingnya mengedukasi dan membiasakan anak berani speak up,” ujarnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menangkap S di tengah laut, wilayah Berau, Kalimantan Timur. S merupakan nelayan yang menjaga bagan atau tempat penangkapan ikan di tengah laut. S melancarkan aksinya melalui game online Free Fire. Pelaku mengiming-imingi dan memaksa para korbannya untuk melakukan video call sex (VCS).