Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan kembali pemeriksaan saksi kasus dugaan rasuah terkait proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32, Kabupaten Mimika, Papua, Tahap I 2015. Kali ini, delapan orang yang bakal dimintai keterangan.
"Hari ini (11/11), bertempat di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Papua Jl Pasifik Indah III Pasir Dua Jayapura, tim penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri secara tertulis, Rabu (11/11).
Mereka yang dipanggil adalah Direktur PT Gavejuna dan Komisaris CV Jblessing Yerry Aweidato Nawipa, mantan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pembangunan Gereja Kingmi Tahap I Totok Suharto, dan mantan Sekretaris Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak Pekerjaan Tahap I dan II TA 2015-2016 sekaligus anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan Tahap II TA 2016 Everardus Rico Kukuareyau.
Selanjutnya, mantan anggota Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pembangunan Gereja Kingmi Tahap I Elcardobes Sapakoly, mantan anggota Panitia Pengadaan Pembangunan Gereja Kingmi Tahap I Irsansari, dan mantan anggota Panitia Pengadaan Pembangunan Gereja Kingmi Tahap II Masmur PNS.
Lalu, Kasubbag Keagamaan Bagian Kesra Setda Mimika/PPTK Pekerjaan Tahap I dan II TA 2015-2016 Melkisedek Snae dan Direktur Utama PT Swarna Bajapacific Pandu Lokiswara Salam.
Pada pemeriksaan kemarin, melalui empat saksi penyidik KPK dalami proses penganggaran. Mereka adalah Kepala bagian Keuangan Sekretariat Daerah Mimika 2013-2015 Marthen Tappi Malissa dan Kepala BPKAD Kab. Mimika 2015-2017 Petrus Yumte.
Lalu, mantan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pembangunan Gereja Kingmi Tahap II Dominggus J. Macsurella dan Pimpinan Cabang PT Arina Adicipta Konsultan Tri Hardini Pelitawati.
"Keempat saksi tersebut didalami pengetahuannya terkait dengan proses perencanaan penganggaran dan pelaksanaan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 yang diduga terjadi penyimpangan," kata Ali.
Dalam mengusut kasus ini, komisi antikorupsi belum bisa menyampaikan secara detail para tersangkanya. Menurut Ali, langkah itu berdasarkan kebijakan Pimpinan KPK yang baru membeberkan tersangka saat melakukan penangkapan atau ketika hendak ditahan.
"Sebagaimana telah kami sampaikan bahwa kebijakan Pimpinan KPK terkait ini adalah pengumuman tersangka akan dilakukan saat upaya paksa penangkapan atau penahanan telah dilakukan," ucapnya.