KPK akan panggil lagi Ketum PPP Kamis nanti
Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Romahurmuziy yang rencananya diperiksa hari ini, mangkir dari panggilan yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka kasus suap dana perimbangan RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018, Yaya Purnomo.
"Tadi stafnya datang ke KPK. Menyampaikan tidak dapat hadir di pemeriksaan hari ini. Akan dijadwalkan ulang Kamis," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (20/8).
Febri mengatakan, penjadwalan pemeriksaan ulang pada politisi yang akrab disapa Rommy, akan dilangsungkan pada Kamis (23/8).
Selain Rommy, KPK juga memanggil Bupati Labuhan Batu Utara Khaerudinsyah Sitorus, untuk menjalani pemeriksaan hari ini. Febri mengatakan penyidik KPK mendalami informasi yang diketahui Khaerudin terkait proses pembahasan dana perimbangan daerah untuk Labuhan Batu Utara, dan dugaan aliran dana terkait pengurusan dana tersebut.
Usai diperiksa, Khaerudin menjawab singkat-singkat pertanyaan wartawan. "Sesuai planning," kata Khaerudin menjawab pertanyaan wartawan soal materi pemeriksaannya.
"Dalam penyidikan ini, KPK menelusuri adanya petunjuk atau bukti awal bahwa praktik pengurusan anggaran, diduga juga terkait dengan Yaya Purnomo di sejumlah daerah," jelas Febri.
Sampai saat ini, setidaknya telah ada 11 kepala daerah dan pejabat daerah yang telah dipanggil sebagai saksi untuk kasus suap dana perimbangan daerah ini. Kepala daerah tersebut adalah Zulkifli, Walikota Dumai; Rudy Erawan, Bupati Halmahera Timur; Abdul Mukti Keliobas, Bupati Seram Bagian Timur; Budi Budiman, Walikota Tasikmalaya; Ni Putu Eka Wiryastuti, Bupati Tabanan; Khaerudinsyah Sitorus, Bupati Labuhan Batu Utara; dan Mustofa, Bupati Lampung Tengah.
Sementara pejabat dan PNS dari sejumah daerah yang diperiksa KPK, berasal dari Kabupaten Kampar, Kota Balikpapan, Kabupaten Pegunungan Arfak, dan Kabupaten Way Kanan.
Selain itu ada sejumlah anggota legislatif pusat dan daerah, serta pengurus partai yang juga dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini. Mereka adalah Deden Hardian Narayanto, Anggota DPRD Kabupaten Majalengka; Puji Suhartono, Wakil Bendahara Umum PPP; Sukiman, Anggota DPR RI; dan Irgan Chairul Mahfiz, Anggota DPR RI.
Dari pemeriksaan kepala daerah tersebut, KPK menelusuri beberapa kemiripan. Misalnya, kata Febri, bagaimana kepala daerah berkomunikasi dengan, atau mendapatkan akses informasi ke Kementrian Keuangan, bagaimana peran dari legislatif, ataupun pengaruh dari aktor-aktor politik, terkait dengan urusan dana perimbangan ini.
"Untuk kepala daerah kami harus tahu bagaimana proses urusan dana perimbangan daerah di sana, apakah ada komunikasi atau ada pertemuan-pertemuan di sana, atau ada hubungan-hubungan apa dengan tersangka YP misalnya, atau anggota DPR lain atau pengurus parpol itu perlu kami dalami," kata Febri merinci.
Dalam kasus ini, KPK menduga sejak awal ada relasi antara pejabat di Kementerian Keuangan dengan anggota DPR dan pejabat di daerah, terkait proses perumusan dana perimbangan daerah. "Meskipun memang kami belum bisa menyampaikan apakah semua daerah yang diperiksa, di sana sekaligus ada aliran dana terkait tersangka, itu yang belum bisa kami sampaikan," imbuh Febri.
Kasus suap dana perimbangan daerah ini berawal saat KPK menangkap tangan Amin Santono yang diduga menerima hadiah berkaitan dengan usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2018.
Selain Amin, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka yaitu Eka Kamaluddin, Ahmad Ghiast, dan Yaya Purnomo. Mereka diduga melakukan suap untuk memenangkan beberapa proyek di Pemkab Sumedang.
KPK menangkap Amin di sebuah restoran Bandar Udara Halim Perdana Kusuma pada Jumat, 4 Mei 2018 lalu. Ia ditangkap bersama dua kontraktor Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghiast.
Selain itu, KPK juga menangkap pejabat Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. Yaya adalah Kepala Seksi Pengembangan dan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Dalam kasus ini, Amin diduga meminta komisi sebesar 7% dari proyek senilai Rp25 miliar kepada Ahmad Ghiast. Nilai 7% dari Rp 25 miliar tersebut adalah sebesar Rp1,7 miliar. Dalam kasus ini, Eka Kamaluddin menjadi perantara antara Amin dan Ahmad.
Sumber dana tersebut diduga berasal dari para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang. Ahmad Ghiast berperan sebagai pengepul dana untuk memenuhi permintaan Amin Santono.
Amin Santono, Eka Kamaluddin, dan Yaya Purnomo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu Ahmad Ghiast disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.