Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Logistik (Persero) atau PT Pilog, Budiarto. Sedianya, dia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap kerja sama pengangkutan transportasi di bidang pelayaran antara PT Pilog dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Sejatinya, Budiarto akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur Operasional PT Pilog. Dia bakal dimintai keterangan oleh penyidik KPK untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Taufik Agustono, Direktur PT HTK.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TAG (Taufik Agustono)," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa (26/11).
KPK menetapkan Taufik sebagai tersangka, setelah KPK mengembangkan perkara dugaan suap yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso dan anak buahnya Indung, serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Pada perkara itu, Taufik diduga mengetahui dan menyetujui uang suap kepada Bowo agar PT HTK dapat menjalin kerja sama transportasi bidang pelayaran dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Padahal, kontrak kerja sama kedua perusahaan itu telah diputus.
Dalam upaya merealisasikan kerja sama itu, Bowo meminta commitment fee kepada Asty. Atas permintaan itu, Asty melaporkan kepada Taufik dan menyanggupi permintaan Bowo. Kemudian, PT Pilog dan PT HTK menyepakati MoU yang salah satu hasilnya kerja sama pengangkutan dapat dikerjakan oleh PT HTK pada 26 Februari 2019.
Namun setelah kerja sama itu terjalin, Bowo meminta PT HTK untuk membayar uang muka sebesar Rp1 miliar. Permintaan itu disanggupi oleh tersangka Taufik. Transaksi pemberian uang itu terjadi pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019.
Rinciannya, pada 1 November 2018 sebesar US$ 59,587, tanggal 20 Desember 2018 sebesar US$21,327, tanggal 20 Februari 2019 sebesar US$7,819, dan 27 Maret 2019 sebesar Rp89,45 juta.
Atas perbuatannya, Taufik disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.