Bekas Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi penerapan Kartu Tanda Penduduk-elektronik, Husni Fahmi, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Husni bakal diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan KTP-el.
"Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka," ujar Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (25/2).
Husni ditetapkan sebagai tersangka sejak 13 Agustus 2019 bersama tiga orang lainnya, yakni eks anggota DPR 2014-2019, Miryam S Haryani; mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI sekaligus Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Keempat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus ini, beberapa tersangka telah menjadi terpidana, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman; eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri, Sugiharto; dan Andi Agustinus alias Andi Narogong dari pihak swasta.
Selanjutnya, bekas Direktur Utama PT Quadra Solutions, Anang Sugiana Sudihardjo; mantan Ketua DPR, Setya Novanto; Irvanto Hendra Pambudi selaku mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera yang juga keponakan Setnov, Made Oka Masagung dari pihak swasta sekaligus dekat dengan Setnov dan eks anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari.
Pada Mei-Juni 2010, Husni ditengarai ikut dalam pertemuan di Hotel Sultan bersama Irman, Sugiharto, dan pengusaha Andi. Dalam agenda tersebut, Husni diduga turut mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up. Setelahnya, Husni sering melapor kepada Sugiharto.
Husni juga diterka diberi tugas yang berhubungan dengan vendor dalam proyek KTP-el. Di sisi lain, selaku pejabat Kemendagri saat itu, Irman meminta kepada Husni untuk mengawal tiga konsorsium, yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera.
Selanjutnya, Husni diterka tetap meluluskan tiga konsorsium meskipun tidak memenuhi syarat wajib, seperti mengintegrasikan Hardware Security Modul dan Key Management System. Dalam fakta persidangan Setnov, Husni diduga diperkaya USD$20 ribu dan Rp10 juta.