Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi pemohon uji materiil Undang-Undang (UU) KPK di Mahkamah Konstitusi (MK). Hasil pengujian itu, lembaga antirasuah tidak lagi harus minta izin penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan kepada Dewan Pengawas (Dewas).
"Kami yakin, semua pihak yang terlibat menjadi pemohon bertujuan untuk terus memperkuat dan mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Kamis (6/5).
KPK pun menyambut baik putusan MK yang mengabulkan sebagian pengujian materi, khususnya tentang penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
"KPK tentu akan melaksanakan putusan tersebut dengan menyesuaikan kembali beberapa mekanisme proses kegiatan dimaksud," ucapnya.
Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, sebelumnya mengatakan, pihaknya menghormati keputusan MK. Dengan dicabutnya kewenangan Dewas, dia berharap kinerja penindakan lembaga antisuap meningkat.
"Dewas tentu menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat. Dengan tidak adanya keharusan minta izin Dewas, semoga saja bisa meningkatkan kinerja penindakan KPK," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatarongan Panggabean, memastikan pihaknya tunduk dengan putusan MK. Izin sadap, geledah, dan sita tidak lagi dikeluarkan Dewas.
"Selanjutnya Dewas tidak menerbitkan izin sadap, geledah, dan sita lagi. Tiga tugas lain dari Dewas tetap dilaksanakan secara efektif," jelasnya.
Pada Selasa (4/5), MK gelar sidang pleno yang membacakan putusan gugatan uji materiil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Lembaga penjaga konstitusi itu mengabulkan sebagian pasal-pasal yang diuji Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, dan kawan-kawan.
MK berpandangan, lembaga antirasuah tidak perlu minta izin kepada Dewas saat melakukan penyadapan lantaran bukan lembaga penegak hukum. Di sisi lain, penggeledahan dan penyitaan juga tidak perlu meminta izin dari Dewas, tetapi cukup memberi tahu saja.