Direktur Utama Perum Percetakan Negara 2009-2013, Isnu Edhi Wijaya, bakal diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Isnu akan dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis elekteronik atau KTP-el.
"Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka," kata Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (2/11).
Dalam perkara tersebut, sebelumnya anggota DPR 2009-2014, Chairuman Harahap juga diperiksa KPK. Eks pimpinan Komisi II ini dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Isnu. Dia dikonfirmasi terkait jabatannya selama di parlemen.
"Chairuman Harahap terkait dengan jabatan Ketua Komisi II DPR pada saat penyusunan dan pengesahan anggaran dalam rangka pengadaan KTP-el oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri," ujar Ali beberapa hari lalu.
Pada kasusnya, Isnu selaku Direktur Utama Perum Percetakan Negara dan Ketua Konsorsium PNRI, diduga berperan untuk memenangkan salah satu konsorsium guna menggarap proyek KTP-el. Atas permintaan tersebut, pejabat Kemendagri Irman Sugiharto menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR.
Kemudian, Isnu membentuk sebuah konsorsium vendor proyek KTP-el dengan tersangka Paulus Tannos selaku Dirut PT Sandipala Arthaputra. Saat itu, disepakati pimpinan konsorsium berasal dari kalangan BUMN yakni PNRI. Tujuannya, agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang Pekerjaan Penerapan KTP-el.
Pada pertemuan selanjutnya, PT Quadra Solution ingin bergabung dalam konsorsium PNRI. Hal itu disampaikan oleh Anang Sugiana selaku Dirut PT Quadra Solution. Namun, Isnu memberikan syarat berupa komitmen fee untuk diberikan pada beberapa pihak seperti anggota DPR, maupun oknum Kemendagri.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama konsorsium PNRI diperkaya sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek KTP-el ini.
Atas perbuatannya, Isnu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.